Ella baru saja memarkir sepeda ketika matanya menangkap sesuatu di gedung lama. Dua, ah lima murid perempuan terlihat memasuki salah satu ruangan di sana. Ella heran. Seingatnya, gedung lama itu sudah tidak terpakai karena membutuhkan banyak renovasi tapi belum ada dana.
Didorong rasa ingin tahu, Ella mengikuti mereka dan bersembunyi di ruangan sebelah. Rasa penasarannya seketika berganti dengan rasa terkejut. Dadanya bergemuruh dan dua tangannya mengepal erat, saat kata-kata kasar yang terlontar menyusup masuk ke telinganya.
Tak lama, terdengar pintu terbuka dan derap langkah bergegas. Dari tempatnya bersembunyi, Ella mengenali siapa sosok yang sedang berlari itu. Juga empat orang yang kemudian muncul di teras.
“Kalian lihat mukanya? Bener-bener nggak tahu malu.”
“Coba lihat, apa dia masih berani ke sekolah besok.”
“Nggak sekalian aja pindah kayak adiknya. Biar sekolah bersih dari cewek nggak bener macam dia.”
Tidak bisa menahan diri lagi, Ella keluar dari tempat persembunyiannya. Keempat gadis itu terkejut. Namun, belum sempat mereka berkata-kata, Ella langsung menampar salah satu dari mereka.
“Apa-apaan kamu?!” hardiknya sambil memegang pipinya yang memerah.
“Jangan ngomong sembarangan!” Ella balas menghardik. Dengan napas memburu, ditatapnya mereka satu per satu. Termasuk gadis berambut sebahu yang sejak tadi diam menunduk. Ketika pandangan mereka bertemu, gadis itu langsung kabur.
“Kamu masih belain kakakmu yang kayak begitu? Kamu tahu, udah berapa banyak cowok yang digoda sama dia? Dia itu pe—”
Tamparan keras kembali bersarang di pipi gadis itu, membuat ucapannya terhenti. Tidak terima ditampar dua kali, dia membalas menampar Ella. Dua orang lainnya ikut menyerang dan mengeroyok Ella.
Ella pun tidak mau kalah. Dia justru semakin membabi-buta menendang, menjambak, dan mencakar apa yang ada dalam jangkauannya. Jeritan dan teriakan mereka saling bersahutan. Setelah dirasa cukup, dia berlari meninggalkan tempat itu.
“Hei, jangan kabur kamu!”
“Ke sini kamu!”
“Enak aja habis mukulin orang, main kabur aja!”
Teriakan-teriakan itu tidak menghentikan Ella. Dia terus berlari hingga tiba di halaman utama sekolah yang menuju gerbang. Melupakan letak sekolah yang berbatasan langsung dengan jalan besar, Ella menyeberang tanpa melihat ke sekeliling.
“AWAAAS!”