Untuk pertama kalinya, Ella berada di tempat yang berbeda dengan kakaknya. Jika selama ini Vio selalu mendampinginya tanpa diminta, mulai sekarang dia akan melakukan semuanya sendirian. Bebas dan lepas. Tak perlu was-was gerak-geriknya akan dipantau Vio dan mencari-cari kesalahannya.
Jujur saja, Ella sangat senang. Bahagia malah. Namun, dikerubungi oleh teman-teman baru sekaligus, sedikit membuatnya terkejut.
Kedatangannya tadi pagi saja ternyata cukup menghebohkan sekolah, terutama kelas II-2 tempatnya berada sekarang. Sepanjang perjalanannya dari gerbang ke tempat parkir sepeda dan menuju kelas, dirinya tak luput jadi pusat perhatian. Ella mencoba tidak terlalu memedulikannya. Mungkin memang beginilah resiko menjadi anak baru, jadi murid pindahan di pertengahan tahun.
“Kau siap-siap aja. Apa pun bisa terjadi. Jadi anak baru itu bisa enak, bisa nggak enak.” Nasihat yang diberikan Vio semalam, meski Ella tidak memintanya, sama sekali tidak membantu. Kakaknya itu memang pernah menjadi murid baru di kelas 4 SD, setelah keluar dari asrama khusus putri.
Ella menyapu pandangannya ke seluruh kelas mencari tempat duduk. Pilihannya jatuh pada bangku deretan tengah. Bangku panjang untuk dua orang anak itu masih kosong, tidak ada tas atau benda lain yang menandai milik seseorang.
Setelah meletakkan tas dan duduk, Ella merapikan rambutnya yang berantakan. Dengan cekatan dia membuat gelungan ke atas dan mengikatnya.
“Ah, begini lebih mendingan. Kak Vio sih ….” Ucapan Ella terhenti saat seseorang datang dan meletakkan tas di bagian bangku yang kosong.
Gadis berambut agak keriting melebihi bahu dan bermata bulat itu menatapnya heran. “Anak baru?”
Ella mengangguk. “Iya, aku Ella,” jawabnya sambil mengulurkan tangan.
“Lian.” Gadis itu menyambut jabat tangannya sambill tersenyum.
Bel kemudian berbunyi dan kelas menjadi riuh. Anak-anak berhamburan keluar kelas menuju lapangan.
“Ayo, upacara dulu. Atributmu lengkap, ‘kan?” Gadis yang kini sedang memakai topi itu bertanya sambil mengamati Ella.
Ella mengangguk lalu ikut berdiri. Segera saja dia bergabung dengan anak-anak lain yang memenuhi teras menuju tempat upacara bendera. Dalam perjalanannya, dirinya masih jadi pusat perhatian. Padahal penampilannya sudah jauh lebih biasa daripada tadi.
“Lian, siapa itu?” Seorang gadis yang melewati mereka bertanya.
“Anak baru?” tanya gadis lain lagi. Sementara itu anak-anak lelaki hanya menunjuk-nunjuk dan berbisik-bisik dengan temannya.
Demi menjaga kesopanan dan tidak ingin membuat kesan buruk di hari pertamanya sekolah, Ella mengangguk dan tersenyum kecil.
“Iya. Ntar aku kenalin. Sekarang upacara dulu,” jawab Lian.
Dalam hati, Ella sangat berterima kasih pada Lian. Gadis itu adalah orang pertama yang mengajaknya bicara. Atau mungkin saja karena mereka adalah teman sebangku sehingga mau tak mau, harus saling menyapa dan akrab. Namun, sepertinya karena Lian memang anak yang ramah.