Rava berjalan mondar-mandir tak tentu arah di teras kelas. Ke kanan, ke kiri, ke depan, balik lagi ke kanan dan seterusnya. Sesekali tangannya menggaruk kepala yang tidak gatal. Wajahnya pun tampak bermuram durja seolah dunia akan berakhir.
Jose dan Poppy berada sekitar dua meter di belakang Rava. Mereka mengikuti pergerakan pemuda tampan itu. Jika Rava berhenti, keduanya ikut berhenti. Jika Rava lanjut berjalan, mereka ikut berjalan juga. Persis seperti anak ayam yang mengekor induknya.
“Kita ngapain sih, Jo?” tanya Poppy sambil melahap bungkusan snack yang dibawanya.
“Ngikutin dia.” Jose menunjuk Rava.
“Iya, tahu. Tapi, ngapain kita ngikutin dia mulu? Kayak setrikaan aja.”
“Dia tuh … ah, nggak tahu deh. Dari tadi pagi, eh kemarin, tuh anak aneh.”
“Aneh gimana?”
“Dia telepon semalem. Katanya habis bikin salah sama seseorang dan sekarang bingung mau minta maafnya gimana.”
“Salah sama siapa?”
Jose diam. Dia melirik Poppy yang sedang menunggu jawabannya. Bimbang merayap, apakah Poppy harus tahu tentang hal ini? Tentang sosok yang sedang dipikirkan sahabatnya? Dia tidak mau gadis pujaannya itu kecewa, tapi di sisi lain, dia berharap Poppy mau mengerti.
“Ya, ada deh pokoknya,” jawab Jose.
“Pelit kamu, Jo!” protes Poppy.
Jose ingin menjawab lagi, tapi urung karena Rava tiba-tiba berhenti. Dirinya yang masih berjalan, terpaksa menabrak punggung Rava.
“Apaan sih, Rav? Berhenti dadakan banget!” semprot Jose yang pastinya tidak berguna. Rava tidak mendengarnya. Bahkan pemuda itu tidak menyadari bahwa Jose dan Poppy ada di belakangnya.
Rava berhenti mendadak karena sosok yang sedang memenuhi pikirannya saat ini muncul dari jalan setapak di sebelah Lab.Fisika. Gadis itu sedang bersama Lian, entah tujuannya ke perpustakaan atau ke warung bakso. Yang mana saja tujuan mereka, Rava yakin tatapan mereka saling bertemu.
Hanya saja, yang membuat Rava heran dan semakin kalut pikirannya, Ella mengubah arah tujuannya. Terlihat jelas gadis itu sengaja menghindar tak ingin bertemu dengannya. Lian sampai menunjukkan ekspresi kebingungan ketika Ella menunjuk arah lain, tapi tetap mengikutinya. Punggung mereka pun semakin jauh dan menghilang di belokan.
Bahu Rava melorot. Rasanya sudah tidak ada harapan baginya untuk meminta maaf. Orang yang bersangkutan jelas menghindar, yang artinya, kesalahannya cukup fatal. Pun dia tidak tahu apa-apa tentang gadis itu, selain nama dan kelasnya.
Rava sempat berniat untuk mendatangi gadis itu di kelasnya, tetapi urung. Dia khawatir hal itu justru akan membuatnya semakin menghindar karena merasa tidak nyaman. Apalagi biasanya para gadis akan merasa malu jika tiba-tiba saja ada yang mendekatinya. Malu dalam artian menjadi canggung dan mungkin akan jadi bahan candaaan teman-temannya.
Kecuali Poppy sih, pikirnya dalam hati. Gadis incaran sahabatnya itu memang lain daripada yang lain. Saat itulah, Rava menyadari keberadaan Jose dan Poppy di belakangnya ketika hendak kembali ke kelas.