“Halo? Bisa bicara dengan Ella?”
“Dari siapa, ya?”
“Rava.”
“Oh, Rava? Inget aku nggak? Kita pernah kenalan di Unsur.”
“Ehm … Vio?”
“Iya! Ah, seneng banget kamu masih inget aku. Gimana kabarnya?”
“Eh, baik. Makasih. Anu, sori, Ella-nya ada?”
“Ella? Oh, iya, aku masih sering lupa kalau kalian ternyata satu sekolah. Aku tahu karena dia sering cerita. Dan karena kamu juga nggak kaget, berarti kamu udah tahu aku kakaknya Ella, ‘kan? Dia cerita apa aja tentang aku? Bukan yang jelek-jelek, ‘kan? Hahaha.”
“Sori, Vio. Aku ada perlu sama Ella. Aku bisa ngomong sama dia?”
“Aaah, sori, sori. Aku keterusan. Ella-nya lagi keluar tuh, nggak tahu ke mana. Nggak bilang soalnya.”
“Oh, ya, udah kalau gitu. Makasih.”
“Eh, tunggu, tung— … yah, ditutup.”
Vio menghela napas mengingat percakapan itu. Dari sikap dan nada suaranya di telepon, jelas sekali Rava sudah mengetahui hubungan persaudaraan mereka. Namun, tidak seperti biasanya, tidak seperti yang sudah berlangsung sebelum-sebelumnya, Rava tidak berkomentar apa pun tentang hal itu. Pun tidak menunjukkan ketertarikan pada dirinya, seperti anak laki-laki lain yang sering dia temui, yang selalu terlihat antusias ketika bicara dengannya. Reaksi Rava biasa saja, malah cenderung datar dan dingin tapi masih berusaha sopan.
Mungkinkah Ella sudah menceritakan semuanya? Tentang bagaimana dia memperlakukan adiknya itu?
Selama ini Vio memang menikmati menjadi yang utama dan terutama dalam pandangan orang-orang sekitar. Dia bangga karena orang-orang lebih banyak memuji dirinya daripada Ella. Sejujurnya, dia pun mengetahui bahwa adiknya itu hidup dalam bayang-bayangnya. Selalu menjadi yang kedua di antara mereka. Namun, Vio membiarkannya, malah sering melontarkan kata-kata yang menyakitkan pada Ella.
Sikapnya tidak bisa dibenarkan, tapi Vio tak kuasa menahannya. Mungkin ini adalah bentuk pelampiasan dari apa yang dia terima dari orang tuanya. Pembalasan itu bisa membuatnya puas meski sesaat.
Setiap kali adiknya itu merasa senang, Vio seperti tidak rela. Karena itu, dia melakukan apa saja untuk merusaknya. Termasuk dengan berbohong, mengatakan tidak tahu di mana Ella berada, padahal adiknya itu sedang pergi ke toko sebelah menggantikan dirinya yang menolak pergi.
“Malas, ah. Ella aja yang pergi,” tolak Vio saat itu ketika Papa memintanya membeli sesuatu.