“Turut berduka cita, ya, Vi,” ucap Mesya sambil memeluk Vio. Sepulang sekolah, sahabat Vio itu menyempatkan diri ke rumah duka karena di masa berkabung, Vio dan Ella tidak masuk sekolah.
“Thank’s, Mey.” Vio tersenyum.
Ternyata sahabatnya itu tidak datang sendiri. Dia datang bersama Ardi yang mengucapkan kalimat duka cita dengan pelan. Vio hanya mengangguk pelan lalu berbisik pada Mesya, “Kenapa dia ikut ke sini?”
Mesya menoleh pada Ardi yang sudah duduk di kursi tanpa diminta. Pemuda itu memandang ke sekeliling sambil mencomot kacang kulit di meja dan memakannya.
“Dia maksa minta ikut.” Mesya menjawab. “Lagian, nggak apa-apa ‘kan dia ikut. Pacarnya lagi berduka, ya harus dateng. Sekalian kenalan sama camer,” goda Mesya.
“Ah, kau ini. Duduk dulu, Mey.” Vio mendorong Mesya yang cekikikan ke kursi di sebelah Ardi, sementara dirinya duduk di seberang meja. Menghadap keduanya, ke arah pintu keluar.
“Dadakan banget, ya, papamu pergi.” Mesya tampak iba.
“Yah, namanya umur nggak ada yang tahu.”
“Serangan jantung?” Tiba-tiba Ardi berbicara dengan ekspresi datar. “Fatal atau mungkin telat ditangani.”
Vio terkejut, tapi kemudian mengangguk.
“Kamu tahu, Di?” tanya Mesya.
“Pamanku ada yang begitu,” jawab Ardi santai.
Mesya mengangguk-angguk lalu menatap Vio. “Yang sabar, ya. Mungkin memang udah waktunya.”
Vio dan Mesya kembali bercakap-cakap, sementara Ardi hanya sesekali ikut menimpali meski tidak nyambung. Dia lebih asyik memperhatikan sekitar sambil makan.
“Itu adikmu, ‘kan? Yang pindah itu?” Ardi berujar tiba-tiba sambil menunjuk sosok yang berjalan ke samping ruangan. “Cantik juga. Tapi lebih cantik kamu.”
Vio dan Mesya sama-sama terkejut mendengar ucapan Ardi yang terkesan menggombal. “Apaan sih, Di? Nggombal nggak pada tempatnya,” omel Vio. “Jayus tahu!”
“Ah, Ardi ini, ya jelas bilang kamu lebih cantik, Vi. Kan kamu pacarnya.” Mesya menimpali sambil tertawa.
Tak lama, beberapa orang tamu datang bersamaan. Saat melihat sosok yang tidak asing, Vio buru-buru menarik tangan Ardi untuk berdiri.
“Eh, Di, sori, kamu pulang dulu aja, ya. Aku masih repot mau urus ini-itu,” kata Vio sambil mendorong Ardi ke arah lain yang tidak terlihat oleh rombongan baru itu.
“Urus apa? Dari tadi kamu nggak sibuk kok.” Ardi keheranan.
“Sekarang aku sibuk. Pulang sana!” Vio mendorong Ardi agar cepat pergi.