Rava melihat gadis itu sedang duduk di lantai, menyandarkan tubuhnya ke samping dinding dengan kepala menunduk. Rambut cepolnya terlihat berantakan. Dia sama sekali tidak menyadari ada yang sedang mengamatinya.
Rava kemudian berjongkok dan menepuk pelan punggung di depannya. “Kamu nggak apa-apa?”
Pertanyaan itu membuat Ella tersentak dan menoleh. “Oh, Rava,” katanya sambil berbalik.
“Kamu nggak apa-apa?” Rava mengulang pertanyaannya dengan tatapan iba.
Ella mengerjapkan mata dan balas bertanya, “Aku nggak apa-apa kok. Emangnya kenapa?”
Nada suara gadis itu terdengar biasa saja. Serta merta Rava merasa telah ditipu. Ditipu perasaannya sendiri yang mengira gadis itu akan menangis karena ucapan teman-temannya tadi.
“Kukira kamu ….” Rava menggantung kalimatnya. Urung meneruskan. Wajah gadis di depannya memang tampak letih dan sedih. Namun, tidak ada tanda-tanda luapan emosi di sana. Tidak ada bekas air mata di pipinya.
Ada apa dengan gadis ini? Apakah dia memang sekuat dan setegar ini? Rava membatin heran.
“Kenapa? Kamu pasti ngira aku nangis, ‘kan?” tanya Ella santai.
“Ehm, iya sih ….” Rava salah tingkah. Dia kemudian mengubah posisinya dengan duduk di lantai, di samping gadis itu.
“Udah biasa sih digituin. Aku udah pernah bilang ke kamu waktu itu, ‘kan?”
“Iya, tapi, kamu pasti sedih ‘kan karena kata-kata itu?” Rava mencoba memastikan lagi.
Ella mendengkus pelan dan tertawa sengau. “Sok tahu! Apa wajahku kelihatan sedih?” katanya dengan jari menunjuk dirinya sendiri.
“Tapi, nggak apa-apa juga kok, kalau kamu ngerasa sedih. Itu wajar. Ditambah kamu juga sedang berduka.”
Desah napas kasar meluncur dari bibir Ella. “Iya sih. Tapi, daripada sedih, aku lebih ngerasa kesal dengan kata-kata itu. Kayaknya udah budaya masyakarat sini suka membanding-bandingkan orang lain. Padahal tiap manusia diciptakan unik, ‘kan?” tutur Ella panjang lebar.
Rava tertawa kecil.
“Eh, kabar dukanya udah menyebar, ya?” Ella teringat saat dia pulang mendadak. “Kok kamu tahu aku di sini?”
“Bisa dibilang begitu sih,” jawab Rava. “Awalnya dari Lian, lalu Poppy, eh kamu kenal Poppy, ‘kan? Yang duduk di sebelah cowok rambut keriting. Nah, kalau dia itu namanya Jose.”
Ella mengangguk-angguk.
“Ya, intinya begitu lah. Nggak terlalu penting juga dari mana aku tahu.”
Ella dan Rava sama-sama tertawa kecil.
“Tapi, kamu sendiri nggak apa-apa, Rav?”
Pertanyaan Ella yang tiba-tiba dan rasanya tidak masuk akal itu membuat Rava bingung. “Apanya? Kok mendadak tanya itu?”
“Kayaknya kamu ada sesuatu yang dipikirin juga.”
“Masa?” Rava meraba wajahnya. Mungkin ada tanda atau tulisan yang menyiratkan sesuatu, tapi tidak ada.