Two Pain

Shesil
Chapter #1

Chapter #1

Hari pembagian rapor sudah di mulai, Riska dan Siska pulang dengan rapor bersampul merah di tangan mereka masing-masing. Jika Siska memasang wajah yang santai, berbanding terbalik dengan Riska yang berada di sebelahnya. Ekspresi tegang terpancar di wajah Riska, membayangkan apa yang akan terjadi di rumah nanti. 

"Nggak usah takut gitu, Ris." Siska tersenyum, mengisyaratkan untuk tenang. 

Riska berusaha untuk tersenyum, tapi hanya sesaat. Ketika mereka telah tiba di depan pintu rumah, Riska kembali merasa takut. Dengan santainya Siska membuka pintu rumah perlahan. 

"Kami pulang." Siska langsung membuka sepatu dan kaus kakinya, di susul Riska dengan wajah tertunduk. 

"Bagaimana hasilnya, Siska." Ratih -ibu si kembar- menutup majalahnya dan menatap malas ke arah Siska. 

Siska menghembuskan napasnya pelan, berjalan ke arah ibunya dan menyerahkan rapor nya. Dengan malas, Ratih membuka rapor Siska. Ia langsung melempar rapor dengan keras tepat di wajah Siska. Membuat Siska menutup matanya, menahan sensasi sakit dan pedas di wajahnya. 

"Apa-apaan dengan nilai mu itu?! Percuma aku memasukkan mu ke berbagai macam les private! Lihatlah kakak mu itu, tanpa ku lihat sudah pasti nilai-nilai yang di milikinya bagus!" 

"Mamak!" Teriak Riska tatkala melihat sang ibu sudah siap untuk menampar adik kembarnya itu. 

Ratih memutar bola matanya, ia menyeret paksa Siska ke arah gudang dan menguncinya di sana. Riska yang menyaksikan kembaran nya di perlakukan seperti itu hanya bisa menangis. 

"Malam ini kau tidak akan dapat malan!" Ratih kembali ke sofa dan melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda. Bersikap seakan tak terjadi apa-apa. 

Riska menyentuh pintu kayu yang tertutup rapat di depannya. Menempelkan kepalanya ke pintu dengan air mata yang mengalir deras. 

"Maafkan aku, Siska." Ucap Riska, lirih. 

****

 Ketika semua anggota keluarga telah tertidur, terlihat kaki mungil milik gadis berusia sepuluh tahun menuruni anak tangga. Diam-diam ia mengambil makanan di dapur, sebisa mungkin tidak menimbulkan suara yang bisa membangunkan ibunya. Kunci berada di tangannya, dengan perlahan ia membuka gembok di pintu gudang. Setelah terbuka, ia kembali ke dapur untuk mengambil piring dan gelas yang berisi makanan dan air putih untuk saudari kembarnya.

"Riska! Apa yang kau lakukan?" Riska menutup pelan pintu kayu yang terlihat sudah tua.

"Memberimu makan. Bukankah kau lapar?" Riska menaruh piring dan gelas di hadapan Siska.

Sambil tersenyum, Siska menghabiskan makanan yang di beri Riska. Secepat mungkin ia memakannya agar tak menimbulkan masalah untuk Riska. Riska sedikit membuka gordan, membiarkan cahaya bulan menembus jendela. Cahaya tersebut langsung mengarah ke wajah Siska.

Lihat selengkapnya