"Rivia Graciella?"
Natan mengangguk mantap, walaupun anggukan itu tidak dapat dilihat Nino dari seberang telepon.
"Kok bisa ada murid baru, Nate?" Nino mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja. Mencoba menganalisa info dari salah satu sahabatnya, sekaligus rekannya di Student Committee.
"Gue juga ngga tau, No. Tadi Bu Frida info ke gue. Beliau nelfon lo, tapi ngga diangkat, katanya."
Nino mengangguk-angguk. Dia memang sempat melihat notif beberapa panggilan tak terjawab.
"Jadi intinya gitu, ya, besok setelah lo pidato awal tahun, salah satu dari kita bakal nemenin Rivia buat jelasin tentang sekolah," sambung Natan.
"Oke."
"Seharusnya sih, elo, No, hahaha." Natan tergelak. "By the way, sukses buat pertempuran lo sama Darren, ya, in this last year."
Seketika telinga Nino memanas. Kenapa dia harus sebut-sebut nama Darren di Minggu malam yang berbahagia ini?
Nino memutus sambungan telepon setelah sebelumnya mengatakan "thanks" dan "jangan sebut-sebut nama itu" kepada Natan. Tak lupa, Nino juga meminta Natan untuk mengirimkan profil dan beberapa softcopy berkas atas nama Rivia Graciella.
Ketika dilihatnya beberapa berkas dan pasfoto itu di layar ponselnya, dahi Nino mengernyit. Kedua alis hitamnya hampir bertautan.
Dibukanya contact list di ponselnya, lalu ditekannya icon telepon di salah satu nama.
"Mir, gua butuh bantuan lo."
*
Gerak Nino terhenti ketika terdengar bunyi getaran.
Matanya menyorot ke mini Doraemon yang bertahta di atas mejanya. Jarum pendek mengarah ke angka 6, sedangkan jarum panjang bertengger tepat di angka 12.
Drrtdrrtdrrt.
Tidak salah lagi. Ponselnya berdering! Jam 6 pagi. Ini bukan bunyi alarm. Nino yakin, karena alarmnya sudah berhenti 1,5 jam yang lalu.
Nino menatap cermin sejenak. Ia merapikan rambut dan dasinya, sembari membopong blazer dark silver khas Reuven di bahunya.
Darren?!