Karena kenyataan pahit tadi malam, Seharian di sekolah aku sama sekali gk ngomong apa-apa. Aku masih sulit menerima kenyataan ini. Aku berfkir kenapa Gavin bisa jadi Fandy. Dan aku baru ingat aku ngelewatin satuhal, aku lupa kalau nama lengkapnya Gavin itu adalah Akhtar Gavin Alfandy dan tanggal lahir itu bukan kebetulan, karna mereka itu orang yang sama. Kenapa aku sama sekali gk sadar tentang hal itu, kenapa.
“Ray, Rayna” panggil Arda kepadaku
“Ah, iya” jawabku dengan nada lesu
“kamu kenapa sih dari tadi pagi kok diam aja, lagi ada masalah yah? Kalau ada masalah cerita aja” tanya Arda
“Mmm, gk ada” jawabku
“Kalau gk ada, kenapa dari tadi pagi diam aja. Jam pelajaran juga, kamu ngelamun terus” tanya Arda dengan wajah bertanya-tanya
Aku hanya bisa diam. Aku gk tau apa yang harus aku lakuin setelah tau semua kebenaran ini. Apa aku harus terus diam sampai aku benar-benar bisa ngelupain Gavin. Atau bilang ke Arda kalau Fandy itu sebenarnya Gavin. Setelah berfikir aku memutuskan untuk tetap diam dan merahasiakan semuanya dari Arda.
“Assalamualaikum” ucapku sambil berjalan masuk
“waalaikumsallam, Non Rayna udah pulang. Bibik siapin makan dulu ya non” saut bi sumi
“Gk usah bik. Aku masih kenyang” jawabku
“kalau gitu bibik lanjutin bersih-bersih ya non” ucap bibi
“Bik tunggu, entar kalau Arda datang bilang aku lagi tidur ya bik” ucapku kepada bi sumi
“Baik non” jawab bibi
Aku segera bergegas masuk kamar dan mengunci pintu agar gk ada seorangpun yang bisa masuk. Aku duduk dijendela sambil menatap langit dan merelakan semuanya. Ini waktunya aku membuka lembaran baru dan melupakan kisah sedih masa SMA, karna sebentar lagi ujian dan aku akan pergi ke singapura untuk melanjutkan sekolah.
“Assalamualaikum” ucap Arda yang sudah berdiri didepan pintu rumah
“Waalaikumsallam, Oh Non Arda. Maaf non, non Raynanya lagi tidur, gk mau diganggu” ucap bibi
Karna penasan apa yang terjadi sama aku, Arda langsung masuk rumah tanpa peduli sama kata-kata bibik. Aku gk bisa nyalahin Arda sama semua yang udah terjadi, karena dia sama sekali gk tau apa-apa.
“Ray, buka pintunya. Rayna buka” Arda memanggilku sambil mengetuk pintu kamar dengan sangat keras.
Akhirnya aku membuka pintu karena gk tahan mendengar Arda yang terus menggedor-gedor pintu. Aku pergi membuka pintu sambil menghapus air mata yang sudah menetes dipipiku.
“Ray, kamu kenapa? Kamu habis nangis?” tanya Arda dengan muka bingung
“Gapapa kok Ar, aku Cuma keingat sama mamah. Sekarang aku mau sendiri dulu. Lebih baik kamu pulang” jawabku dengan nada pelan dan tidak menatap Arda samasekali
Setelah bicara seperti itu kepada Arda aku langsung menutup pintu begitu aja. Aku yakin Arda masih kepikiran sama aku.