Tyaz Gamma

Varenyni
Chapter #24

Part 23 - Flashback

Dunia lain? Percayalah, ini terdengar gila. Tyaz rasa semua dongeng yang Ibu Panti ceritakan padanya benar. Lihatlah semua ini, kerajaan, pangeran, penyihir. Anehnya, tidak ada Raja dan Ratu yang memerintah kerajaan ini. Saat Tyaz bertanya pada Hydo ke mana orang tuanya, dia langsung murung, sedih, lantas menjawab, “Mereka sudah tiada!”

Tyaz tidak tahu sudah berapa lama dirinya menetap di dunia orang. Di kerajaan itu tidak ada kalender. Kurang lebih, mungkin seminggu Tyaz di sana, itulah kata Pangeran Hydo saat melihat keadaan bulan. Entah bagaimana caranya.

“Tyaz! Aku sudah mencari kau ke mana-mana ... ternyata kau di sini.” Tiba-tiba Hydo datang, napasnya terengah-engah.

“Kenapa kau suka sekali di atas bukit ini?” Hydo duduk di sebelah Tyaz, memandang masyarakat desa yang sibuk memulai hari.

“Aku suka pemandangan dari sini. Orang-orang yang sibuk bekerja, kabut yang menghiasi langit, pepohonan yang besar. Aku tidak pernah melihat hal yang sama di panti, apalagi bisa duduk di atas bukit. Kalau di panti, aku tidak bisa bebas ke luar masuk.” Tyaz memejamkan mata, menikmati udara pagi yang berembus.

“Kenapa kau mencariku?” Tyaz menoleh.

Hydo menepuk dahinya, menyengir. “Aku sampai melupakan tujuanku.”

Pangeran muda itu tersenyum manis dengan mukanya yang tampak muda seperti anak kecil. Tyaz berani bersumpah, Pangeran Hydo itu sangat imut. Kalau saja dirinya seorang gadis, pasti Tyaz yakin dirinya sudah jatuh hati sejak pandangan pertama pada Hydo.

“Biru sudah menemukan cara agar kau bisa kembali ke duniamu, Tyaz.” Dia terdiam sejenak. “Pertemanan kita mungkin hanya sampai beberapa hari lagi.” Hydo menunduk sedih.

Tyaz tersenyum, menepuk pelan bahu Pangeran. “Setelah kupikir-pikir, kau seperti anak perempuan. Janganlah sedih begitu, walau kita terpisah dan berbeda dunia, tidak ada yang bisa memisahkan pertemanan kita.”

Tyaz dan Hydo terkekeh. Tyaz malu karena entah bagaimana dia bisa mengatakan kata-kata bijak itu.

“Mungkin karena saat mengandungku dulu, Ibunda mengingikan anak perempuan .... Walaupun begitu, kau tidak tahu aku bisa sangat menyeramkan jika aku menginginkannya.” Hydo menyungingkan senyuman mautnya, terlihat sangat menyeramkan.

“Apakah kau pernah jatuh cinta, Tyaz?” tanya Hydo, berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

Tyaz melototkan matanya, kenapa Pangeran tiba-tiba mempertanyaan hal sensitif itu?

Tyaz mengangguk malu-malu, terlihat rona merah di pipinya. Seperti disiram air dingin, Tyaz tersadar, dia menampar dirinya secara mental. Apa-apan tadi? Sama sekali bukan kepribadiannya.

“Pasti anak yang kau ceritakan pada penyihir itu, kalau tidak salah, namanya ... Tessa. Tapi, kau pernah bercerita anak itu telah tertusuk. Aku yakin kau pasti sangat sedih karena kehilangannya.” Hydo mendongak, memperhatikan burung-burung yang berterbangan di langit.

“Kalau jatuh cinta rasanya sesakit itu, aku tidak akan berani untuk menyukai gadis manapun. Aku tidak akan membiarkan diriku terjatuh agar tidak terasa sakit.” Hydo menoleh pada Tyaz.

Tyaz terkekeh. “Cinta itu tidak dapat diduga ataupun diprediksi, Pangeran. Perasaan itu tiba-tiba datang tanpa diminta .... Kalau aku bisa memutar waktu, aku ingin agar aku tidak bertemu dengannya, karena kenyataannya aku takut untuk berpisah dengannya. Kalau saja hati ini bisa memilih, aku ingin agar hatiku tidak terlaluh jatuh padanya. Kalau saja aku bisa memutar waktu, aku ingin mencegahnya agar dia tidak pulang, mungkin dia masih bersamaku saat ini.” Tyaz terdiam, kalau dia terus melanjutkan, entah berapa ribu pengandaian yang akan dia ungkapkan.

Hydo yang merasa topik itu cukup membuat temannya terluka memutuskan untuk menyudahi topik itu. Bahkan dia melupakaan kalimat penting yang diamanatkan Blue kepadanya.

“Kenapa kita tiba-tiba membahas begitu?” tanya Hydo, Tyaz hanya terkekeh kecil.

“Nanti malam, datanglah ke ruang Blue, dia akan mencoba untuk mengembalikanmu ke duniamu dengan sihirnya. Katanya, lebih cepat lebih baik,” ucap Hydo sebelum berlalu meninggalkan Tyaz, anak itu mungkin ingin menyendiri.

***

Tyaz menyengir saat melihat penampilannya di cermin. Entah sudah seperti apa aroma bajunya yang tidak pernah ia ganti, mau bagaimana lagi? Kalau dia tahu akan tersesat di negeri orang selama itu, pasti dia akan membawa sekoper baju.

Selama ini Pangeran Hydo sudah menawarkan untuk meminjam bajunya. Tetapi Tyaz menolak. Bukannya dia sombong atau apa, ada satu alasan yang sangat kuat, pakaian milik Pangeran ... agak aneh. Bagaimana tidak? Pakaian itu sangat ribet, banyak manik-manik yang menghiasi pakaian itu, hingga sangat berat saat Tyaz mencoba mengangkat pakaian itu. Apalagi dengan jubah panjang yang sampai menjuntai ke lantai—walau tidak sepanjang gaun seorang putri.

Kata Pangeran, pakaian itu merupakan jubah kebesarannya, seluruh keluarga bangsawan memakai baju seperti itu untuk menunjukkan identitasnya sebagai seorang bangsawan. Pernah sekali Tyaz iseng bertanya, “Bagaimana jubah seorang raja? Apakah tidak jauh berbeda dengan milik Pangeran?”

Pangeran Hydo membalas dengan santai, “Berbeda. Jubah raja lebih megah, indah, dan pastinya sangat berat.”

Walau menurut dongeng Ibu Panti menjadi pangeran sangat menyenangkan, kalau saja ada penyihir yang menyihir Tyaz menjadi pangeran, dia akan lari, bersembunyi. Kenyataannya, menjadi seorang pangeran tidaklah menyenangkan.

“Kenapa wajahmu seperti itu?”

Pertanyaan Hydo hanya dianggap angin lalu oleh Tyaz.

Dia masih sibuk soal pakaiannya. Di dunia orang, Tyaz akan memakai kaus lengan pendeknya atau jaketnya, kalau bawahan, Tyaz akan sangat terpaksa meminjam celana prajurit, untunglah prajurit itu mempunyai banyak celana. Mau bagaimana lagi? Hanya celana milik prajuritlah yang paling simpel dari semua penghuni di istana itu.

“Apa kau mau pinjam bajuku?” Hydo bertanya lagi, menangkap maksud Tyaz.

Tyaz menolehkan kepalanya ke belakang. Terlihat sang pangeran sedang duduk santai di tepi ranjang. Sekarang mereka berada di kamar ‘sementara’ Tyaz.

“Sejak kapan kau ada di sini?” Tyaz sedikit terperanjat kaget.

“Sudah lama. Kenapa kau masih di sini? Bukankah sudah kukatakan tadi pagi, temuilah penyihir itu saat malam sudah datang?”

“Apa kau masih sibuk perihal bajumu itu? Mungkin kau orang yang sangat memperhatikan penampilan, ya? Kulihat sejak kau ingin bertemu dengan Biru ataupun gadis manapun—walaupun itu pelayan—kau selalu bertanya ‘bagaimana penampilanku?’, bukankah itu benar?” Hydo bertanya lagi saat Tyaz hanya menjawabnya dengan anggukan singkat.

“Bukan begitu—”

Lihat selengkapnya