Gadis bersurai biru itu duduk di dekat jendela Istana Kegelapan, mengizinkan angin malam memainkan rambutnya, matanya terlihat sendu menatap ke langit, walau dia tidak benar-benar menikmati keindahan yang diciptakan Tuhan, gadis itu menatap langit dengan pandangan kosong.
Blue tersentak saat dia merasa ada sesorang yang menghubunginya lewat telepati, sesaat Blue hampir tidak bisa mengendalikan tubuhnya hingga membuatnya sembat goyah, tetapi hanya sesaat. Di menit berikutnya dia bisa mendengar orang yang menghubunginya lewat telepati.
“Blue, apa kau mendengarku?”
“Ya, aku mendengarkanmu, Harro. Katakanlah! Ada apa?” tanya Blue pada orang di seberang sana.
“Datanglah ke padang rumput dekat Bukit Kematian, Tyaz dalam keadaan yang tidak baik, aku akan membantu melemahkannya, mungkin akan sedikit menyakitkan baginya,” ucap Harro di seberang sana.
Blue membuka mulutnya, hendak mengatakan sesuatu, tetapi Harro sudah memutus hubungan sepihak. Di detik berikutnya, Blue baru sadar kalau Tyaz yang biasanya berisik tidak ada di istana, pantas saja dari tadi dia merasakan ada yang kurang.
“Apa lagi yang kau lakukan, Tyaz?” gumam Blue sembari mengenakan tudung birunya.
Gadis itu mengambil jubah yang disampirkan di kursi, malam ini udara dingin. Beberapa menit kemudian Blue berteleportasi ke tempat yang dikatakan Harro tadi.
Saat Blue tiba di padang rumput dekat Bukit Kematian, tidak ada siapapun, hanya ada bekas-bekas kekacauan seolah-olah telah terjadi pertarungan. Blue menunduk, melihat tanah yang dipijaknya, terlihat bekas cakaran besar.
“Apa jangan-jangan ... Tyaz berubah menjadi monster?”
Matanya jelalatan mencari keberadaan Tyaz, beberapa meter dari tempat Blue berdiri, dia melihat Tyaz tidak sadarkan diri dengan posisi tengkurap.
“Tyaz!” seru Blue.
Gadis itu berteleportasi, dia tiba di dekat Tyaz. Blue membekap mulutnya, terkejut, seperti dugaannya sebelumnya, Tyaz bertransformasi menjadi monster. Tubuh Tyaz penuh luka, dan keadaan yang tidak baik, tidak ada sehelai kain pun yang menutupi tubuhnya.
Blue berinisiatif mengambil jubah yang dikenakannya, lantas mengenakannya pada Tyaz. Seketika tubuh Blue disergap dingin, walau dia penyihir, tahan dingin bukan keahliannya. Blue membopong Tyaz, membawanya berteleportasi ke Istana Kegelapan.
***
Blue membaringkan Tyaz di atas ranjang dengan hati-hati setelah menganti pakaian Tyaz—dia meminjam pakaian milik Pangeran Hydo.
Wajah Tyaz terlihat pucat dengan sudut bibirnya yang terluka. Rambutnya acak-acakan, badannya penuh luka dan lebam. Blue menyentuh kening Tyaz yang panas, bibirnya merapalkan sesuatu, hingga muncul cahaya di tangan Blue, lantas mengalir ke tubuh Tyaz. Sel-sel yang rusak karena aliran listrik perlahan digantikan sel-sel yang baru, luka-luka mulai menutup, dan sudut bibir Tyaz yang terluka perlahan memudar. Kening Tyaz tidak lagi panas, suhu tubuhnya kembali normal.
Blue memandang wajah Tyaz, wajah polosnya bisa membuat gadis manapun bersedia menyerahkan hidupnya demi mendapatkan hati pemuda itu, apalagi saat dia tersenyum, Blue yakin jantung gadis manapun akan berolahraga ria. Jika saja Blue seperti gadis-gadis di bumi, dia mungkin akan pingsan jika memandang wajah Tyaz sebegitu dekatnya, atau ... dia akan merasakan ketertarikan dengan lawan jenis, yang biasanya orang-orang bumi sebut cinta.
Namun, dirinya hanyalah seorang penyihir, di mana dia tidak boleh merasakan cinta. Penyihir sepertinya hanya bisa mempunyai kesetian pada atasannya. Dia tidak bisa merasakan apa yang dirasakan orang-orang di bumi, perasaan yang katanya seperti naik roller coaster—walau Blue sendiri tidak tahu kendaraan seperti apa itu, dia hanya sekadar mendengar perkacapan ringan itu dari beberapa siswa di sekolah Tyaz saat dia mengawasi Tyaz di bumi. Dia tidak pernah merasakan apa itu cinta, atau dia memang menghindarinya, kalau dia merasakan cinta, Blue bisa mati.
Tyaz perlahan membuka matanya, hal pertama yang dilihatnya adalah mata biru Blue, pemuda itu baru sadar kalau wajah penyihir itu bergitu dekat dengan wajahnya, hingga Tyaz bisa merasakan hembusan napas Blue, mata biru gadis itu menatap Tyaz intens.
“A-apa yang kau lakukan?” tanya Tyaz dengan suara serak.
Blue yang sepertinya baru menyadari segera mengambil jarak, dia berdehem pelan. “Aku hanya mengobatimu.”
Apa harus sedekat itu? batin Tyaz.
Tyaz berusaha untuk duduk, Blue membantunya untuk bangun, dia juga memberi Tyaz segelas air putih. Tyaz mengucapkan terima kasih, dia menghabiskan air itu dalam sekali teguk.
“Kenapa kau berkeliaran malam-malam tanpa izinku?” tanya Blue galak.
Tyaz menaruh gelas di nakas, menelan ludah, padahal dia baru saja sangat baik. Tyaz menunduk, tidak terlalu ingat dengan apa yang terjadi padanya, sampai-sampai dia menyadari sesuatu.
Blue terdiam melihat ekspresi Tyaz.
Tyaz mengangkat kepala. “Sebelumnya aku tidak memakai baju milik Pangeran Hydo, aku memakai celana dan kaos milikku, apa yang kau lakukan padaku, Blue?”
“Kau tidak ingat apa yang terjadi padamu semalam?” tanya Blue cukup terkejut.
“Semalam ... apa yang aku lakukan?” tanya Tyaz dengan wajah tak kalah terkejut.