"Augh!" raung Pilan ketika Keuma mengobatinya.
"Bisa diem nggak sih?" gerutu Keuma. Makin keras Pilan berteriak, makin keras Keuma menekan luka Pilan dengan kain kasa.
Keuma tak sabar, sebotol betadin disiramnya ke luka Pilan. Menurutnya itu seperti kecap yang disiram di atas ayam bakar.
"Bukan begitu Ke," kata Athan mendorong Keuma agar menyingkir. "Kau ini ngabisin betadin aja."
Keuma dengan wajah datarnya, merasa tak bersalah. Dia menyingkir ke sisi lain. Duduk santai tanpa beban. Dia memang bukan tipe orang yang akan berlari ketika melihat Pilan jatuh dari motor. Bukan orang yang akan menanyakan bagian mana yang sakit. Karena itu, meski dia jenius, dia tidak pernah berkeinginan menjadi dokter.
"Gadis kurang ajar!" maki Pilan mengingat gadis yang tiba-tiba keluar ke jalan saat dia sedang menguji motor barunya. "Aku balas dia nanti! Tunggu," tambahnya dengan wajah meyakinkan.
"Gadis?" koreksi Keuma, "dia keliatan baru lulus SMP."
Tatapan Pilan tajam. "Terus aku harus panggil adik, gitu?"
"Ya ya. Ok," komen Keuma.
"Jadi siapa anak itu?" tanya Athan, membuat yang lain menatap Athan serempak.
Athan tak peduli. Dia melanjutkan mengoleskan betadin melingkari luka Pilan. Baginya panggilan anak lebih tepat, mengingat mereka juga sudah tua. Berumur 27 tahun. Rasanya tak salah memanggil anak. Dan sepertinya disetujui yang lain.
Nada smile terdengar nyaring, dengan volume full. Sontak Keuma dan Pilan meraung kaget.
"Astagfirullah." Keuma mengelus dadanya. Di antara mereka bertiga, yang paling rawan terkejut adalah Keuma, karena pikirannya tak pernah berhenti berkeliaran.
"Setan!" teriak Pilan bereaksi berlebihan hingga membuat betadin terpental jauh.
Athan segera mengambil handphone di sakunya. Buru-buru menekan tombol on agar nada itu berhenti. "Maaf. Maaf," kata Athan.
"Ngapain sih pasang nada segede itu?" komen Pilan tak suka dengan suara nada pesan milik Athan, "itu sampai rumah ujung kayanya kedengeran deh."
"Ini udah mendekati hari H. Kalau aku nggak angkat telpon atau balas pesannya cepat-cepat, dia suka marah-marah," jelas Athan.
"Tapi nggak usah segede itu kali," kritik Pilan lagi.
Athan segera mengecilkan volume nada pesannya. Kemudian membuka sebuah pesan yang masuk. Keningnya berkerut seketika.