Uji Coba Setia

heronisa6
Chapter #4

Jadi Sering Ketemu

Upacara bendera kali ini benar-benar cukup melelahkan, selain pidato dari Kepala Sekolah, nyatanya ada tambahan dari pihak kepolisian yang menyerukan tentang kenakalan remaja. Ternyata bukan hanya pidato biasa, tetapi memang ada kasus di SMA Kanigaran kalau siswanya tertangkap karena penggunaan obat-obatan terlarang. Entah dari mana mereka mendapatkannya, tapi hasilnya semua sekolah mendapatkan pembinaan.

"Capek banget Ya Allah," keluh Agnes yang menutupi wajahnya dengan tangan karena sinar matahari pagi itu sudah sangat menyengat.

"Iya, mana panas juga. Kapan sih selesainya?" Ninin udah keburu kesel juga.

"Jadi begitu ya adik-adik sekalian. Jangan pernah coba-coba kalau enggak mau menyesal di kemudian hari. Narkoba itu berbahaya. Bisa merusak masa depan adik-adik di sini. Mungkin cukup sekian dari saya, ya. Semoga diterapkan dalam diri adik-adik sekalian. Terakhir dari saya, wassalamualaikum warrahmatullahi wabarokatuh." Pak Polisi dengan seragam lengkap yang sudah beberapa menit ada di depan itu mengakhiri pidatonya.

Ada wajah sumringah dari siswa dan siswi SMA Mandala yang sedari tadi dijemur kayak ikan asin. Mending ikan asin bisa dijual, kalau ini bisa pingsan berjamaah.

"Walaikumsalam warrohmatullahi wabarrokatuh," jawab para siswa dan siswi SMA Mandala dengan serentak. Walau sebagian hati dongkol, tapi salam wajib dijawab, dosa kalau enggak dijawab. Harga mati, kayak NKRI.

Akhirnya upacara itu pun berakhir pada pukul delapan lebih lima belas menit, biasanya setengah delapan sudah selesai. Para siswa siswi berdampingan menuju ke kelas masing-masing, sementara yang terlambat sama yang bikin ulah masih tetap mejeng di lapangan bersama Pak Siswo, guru BK killer yang jelas ditakuti warga SMA Mandala

"Eh, kamu, yang kaca mataan."

Suara itu enggak asing di dengar oleh Ninin, tapi ia enggak akan sepercaya diri utuk menoleh karena jelas bukan dirinya saja yang memakai kaca mata dan juga di sekitarnya masih banyak yang lain. Ia dan Agnes pun terus berjalan, hingga teguran itu terdengar algi.

"Eh, kamu yang namanya Nindia Arista."

Deg!

Kalau begini sudah pasti dirinya yang dipanggil. Namun, siapa yang memanggil dan mengenal dirinmya selain ya teman kelas tentunya. Ninin pun menoleh, masih sama Agnes yang mendampingi. Cewek berpipi chubby itu menatap sosok cowok bertubuh tinggi dengan potongan rambut undercut tengah menunjuk dirinya. Tentu Ninin sempat melirik kanan dan kiri, barangkali ia salah dengar. Namun, setelah dipastikan benar jika diirnya yang dipanggil oleh cowok itu, Ninin berjalan menuju ke ruang UKS karen cowok itu berdiri di ambang pintunya.

"Kamu Nindia Arista?"

Kelihatannya orang yang tengah berbicara padanya itu seorang kakak kelas, terbukti dari bed di sebelah lengan atas kanan, tercetak kelas dua belas. Ninin hanya mengangguk. Dilihat-lihat, kayaknya Ninin pernah bertemu sama si kakak kelas ini, tapi Ninin lupa di mana dan enggak mau mikir banget-banget juga.

"Iya, saya Nindia. Kenapa, ya, Kak?"

"Enggak papa, ada titipan buat kamu." Cowok yang enggan menyebutkan namanya itu menyerahkan satu kamus bersampul baby pink pada Ninin. Sontak saja Ninin langsung meraihnya.

"Ini punyaku. Makasih banget ya, Kak," ujar Ninin, walau sekarang ia mendadak bingung karena yang membawanya tadi jelas Sadewa bukan cowok ini.

"Lain kali bawa balik, ya, jangan ngacir duluan. Temenku enggak makan orang, kok."

Tawa sang kakak kelas yang langsung berlalu itu membuat Ninin sadar akan kekonyolan sikapnya tadi. Ia agaknya sedikit malu sekarang, bukan lagi pada kakak kelas yang barusan memberikan kamus itu, tapi pada Sadewa.

"Katanya kamu enggak bawa, Nin?"

Lihat selengkapnya