Reva sosok mengagumkan. Ia familiar, namun kadang agak tertutup. Belakangan ini Arka malah melihat Reva seperti menyembunyikan sesuatu yang tak rela dibagikan ke sahabatnya.
Arka melihat sosok bidadari pada Reva. Tubuh langsing semampai, menyerap pesona bagi setiap mata yang memandangnya. Apa lagi dengan mata yang bulat, hidung mancung yang sangat proporsional dengan keseluruhan bentuk wajahnya. Ia sosok yang memikat. Ditambah bibir tipis yang selalu menyunggingkan senyuman setiap kali bertemu teman, atau siapapun yang ia kenal.
Namun belakangan senyum itu seperti kamuflase. Seolah Reva ingin menyembunyikan kemurungan, yang kadang singgah di matanya. Di situ ada kabut tipis yang selalu menyela dalam keceriaannya. Hanya Arka yang bisa melihatnya. Melongok ke dalam jendela hatinya. Tapi sulit mengetahui apa yang terjadi penyebabnya. Arka terpicu ingin menelusuri. Agar ia bisa menyibakkan kemurungannya.
Orang tua Reva sudah seperti orang tua kedua Arka. Terutama ibunya. Mungkin karena Arka tak pernah mengenal sosok seorang ayah dan ibu kandung. Arka selalu mencari figur seorang ibu. Rindu pada sang ibu, membuatnya sering mengangankan, mungkin di antara perempuan yang sempat kujumpai, atau yang sering kutemui, sesungguhnya ia adalah ibu kandungku. Siapa tahu? bisik hatinya.
Arka mengenal Reva di Panti Asuhan “Buah Hati”. Mereka berasal dari luar panti. Bu Harfan juru masak di panti. Sedangkan Arka diangkat anak oleh Nek Murti, yang juga pernah menjadi juru masak di panti, sebelum akhirnya beliau berdagang asongan.
Mereka menjalin persahabatan sejak kanak-kanak hingga remaja. Selalu sekolah di sekolah yang sama sejak SD hingga SMA. Hanya kelas mereka yang berbeda. Selisih umur mereka pun hanya satu bulan. Banyak temannya mengatakan mereka sahabat yang sangat solid, kompak, harmonis dan ideal.
Hobi mereka pun serupa. Sama-sama menyenangi hal yang berhubungan dengan ghaib nisbi, supranatur dan mahluk astral.
Awal mula mereka mengenal “dunia lain”, saat malam-malam di bulan purnama mereka sering main jalangkung di kebun belakang panti asuhan. Pak Sunari, tukang kebun panti mentor jalangkung mereka. Sebuah permainan yang seru, seram dan mistis. Mereka sering mengalami sensasi trans dan bisa melihat keberadaan makhluk astral saat permainan jalangkung sedang berlangsung. Umur mereka ketika itu sebelas tahun. Mereka sering kena perundungan sikap arogan teman-teman di sekolah mereka.