Umbara

Dzalabu
Chapter #45

# 45. Kejutan di Senjakala

Di dalam Zona Senjakala.

Jek yang akan di mediasi kakaknya sedang melakukan gladi kotor. Ia duduk di sebuah kursi kayu mahoni, bak pesakitan yang siap menerima hukuman. Seluruh tubuhnya terikat erat tali temali saling silang, menyatu dengan kursi. Ada selusin silangan tali yang dikunci ikatan mati. Menurut catatan terakhir asisten pencatat, butuh waktu lima detik untuk membuka satu ikatan.

Pada latihan itu, Jek menghentikan catatan waktu di kisaran 60 detik untuk meloloskan diri dari maut. Kini ia ingin memperpendeknya menjadi 55 detik dengan memanipulasi ikatan mati. Ia akan bertahan hingga detik ke 47 dengan berpura-pura mendapat kesulitan. Dengan metode yang baru ditemukannya, pada detik ke 50 nanti, sekali sentak selusin ikatan akan memburai terlepas nyaris hampir bersamaan. Dan pada detik ke 55 lembing maut akan terlontar dari busurnya.

Rencananya, Jek merancang waktu terpendeknya itu untuk meloloskan diri dari incaran lembing di daerah mematikan di tubuhnya. Lembing terlontar dari busur raksasa yang dirancang akurasinya sembilan puluh sembilan persen tepat sasaran! Tali busur sebelum melontarkan lembing ditahan tali yang kuat dan tak rentan terkena panas api. Asisten akan mengatur besar kecilnya api yang membakar penahan tali busur, hingga terputus di detik ke lima puluh lima.

Perencanaan matang adalah kunci sukses tontonan. Namun manusia tak pernah puas dengan apa yang telah diperolehnya. Permainan waktu selalu menggoda untuk mendapatkan yang tercepat dari yang paling cepat, dalam suatu kompetisi. Hanya karena ini hiburan, waktu terpendek dibatasi bukan berarti yang tercepat. Setelah sukses lolos dari maut di lima puluh lima detik, kini Jek ingin mencipta rekor terpendeknya sekali lagi untuk terakhir kalinya. 50 detik!

Sekali lagi, Jek duduk terikat di kursi kayu mahoni. Fais, asisten 2 telah siap mengatur nyala api di bawah box pelindung. Ia melihat monitor yang terhubung ke regulator pipa gas. Sesaat ia ragu. Ini yang terakhir, pikirnya, aku harus konsekuen! Ia menunggu kode nyala dari Jek. Tak berapa lama lampu merah menyala. Oke, lima puluh detik, berarti berhenti di minus 50! Akan saya percepat, Bos. Ia menekan kenop sambil melihat monitor. Jarum penunjuk di pastikannya berhenti di minus 35! Lalu dengan cepat ia menghantam rahangnya sendiri dengan sekuat tenaga hingga ia pingsan!

Pada detik ke 35, lebih separuh dari waktu terpendek yang dibutuhkan Jek untuk menghindari maut, lembing mematikan itu di-set mendahului rencananya. Ia melesat terbang dari busurnya. Seperti yang telah dirancang dengan akurasi tepat sasaran, benda maut itu menancap di tubuh Jek tanpa ia sempat menghindar!

*

Tujuh ratus meter sebelum mobil Dorman sampai di depan pintu gerbang Senjakala, ponsel Arka berdering. Arka buru-buru mengambilnya dari saku celana.

“Siapa, Ka?” tanya Ega penasaran ingin tahu juga. Dalam situasi seperti ini, setiap benda itu berbunyi—entah itu miliknya atau milik Arka—membuat Ega senewen, beberapa jam terakhir ini.

“Entah. Nomor baru, Ga,” jawab Arka. Jangan-jangan dari Reva?Assalaamu’alaikum. Dengan siapa ini, ya?” Arka menjawab ke ponsel-nya.

“Ka?! Arka! Ini kau, kan? Suaramu,’kan?! Ini aku, Reva!”

“Reva! Kamu di mana Rev?!” jawab Arka setengah teriak.

Ega terlonjak begitu nama Reva disebut. Jantungnya lebih cepat berdetak. Ia refleks mendekatkan telinganya ke ponsel Arka. Ikut menyimak.     

“Aku ada di dekat jalan raya ke arah tempat yang bernama Zona Senjakala. Kau ada di mana, Ka? Bisa jemput aku, nggak?”

“Bisa! Bisa! Aku sebentar lagi sampai di tempatmu! Dari jauh aku sudah melihat gerbangnya di atas! Aku sama Ega, Rev! Ama temen yang juga mo jemput adiknya!” 

Reva merasa sangat surprise dan tak menduga mereka sudah berada begitu dekat dengannya. Berarti ia tak perlu berjalan sejauh yang mampu ia lakukan untuk pulang. “O, ya?! Bener, Ka?! Oh my God!! Aku nggak ngira! Kalian benar-benar sahabat sejati! Aku terharu kalian sudah nyampe sini! Tolong cepat bawa aku pulang, ya, Ka?!”

Lihat selengkapnya