Umbuk Umbai

Iyas Utomo
Chapter #8

Cerita yang Dilupakan

Namaku Maryam, dua tahun yang lalu aku kehilangan anakku tanpa sempat melihat atau memeluknya, dan di usiaku yang ketiga puluh enam ini aku sudah menjanda. Aku kira semuanya akan berjalan dengan mudah, karena aku sudah memikirkan semua hal secara matang sebelum memutuskannya. Namun, di sinilah aku, terpaksa mengungsi di rumah nenek dan merepotkan tanteku karena ternyata guncangan dari perceraian ini cukup membuatku seperti kehilangan api di dalam hidupku.

Beberapa minggu setelah perceraian sudah aku lewati dengan baik, sampai pada suatu sore aku melihat foto seorang wanita yang keberadaannya ingin aku lupakan seumur hidupku. Wanita itu tak lain adalah Dahayu—ibu kandungku. Sosok yang lebih tepat aku sebut sebagai momok dalam hidupku itu adalah bagian yang ingin aku hapus, karena hanya dengan mengingat atau menyebut namanya saja bisa membuatku ketakutan dan merasa kacau.

Sejak aku berusia tujuh tahun, aku diasuh oleh almarhum nenek dan tante Widia, mereka berdua mengasuhku dengan sangat baik, tak pernah sekali pun aku kekurangan perhatian atau kasih sayang dari keduanya, yang mana ketika aku tinggal dengan ibu kandungku dua hal itu tidak pernah sama sekali ia berikan, mungkin pernah, tapi itu dulu sekali, ketika ayahku masih hidup. Ayahku meninggal dalam sebuah kecelakaan ketika ia dalam perjalan pulang dari kantornya, meski saat itu aku baru berusia tiga tahun, aku masih ingat dengan jelas ketika ibuku menangis sambil berteriak histeris dan membentur-benturkan kepalanya ke tembok, mungkin hal itu yang membuatnya berubah menjadi orang yang sama sekali berbeda dari sosok ibu yang aku kenal sebelumnya. Jadi, bisa kukatakan, bahwa ibu yang aku cintai dan mencintaiku meninggal bersama dengan ayahku dalam sebuah kecelakaan, dan wanita yang saat itu menyebut dirinya ibu adalah orang lain atau bahkan seorang setan yang menyerupai ibu.

Bagaimana tidak? Setelah kepergian ayah, ibu berubah menjadi sosok yang sangat berbeda, ia tidak pernah lagi memanggil namaku dengan panggilan sayangnya, ia tak pernah lagi menyanyikan lagu pengantar tidur ketika malam, dan dia sama sekali tidak pernah menyentuhku—kecuali saat menampar atau memukulku.

Lihat selengkapnya