Umbuk Umbai

Iyas Utomo
Chapter #21

Lahirnya Hal-Hal Ganjil

Aku kira Asa hanya akan menanyakan keberadaan ibunya ketika masa-masa awal tinggal bersamaku. Ia memang sempat tidak menanyakan sama sekali keberadaan Amira di bulan kedua kami tinggal bersama. Namun, ketika memasuki bulan ketiga, kebiasaan Asa menanyakan Amira seperti kambuh lagi. Di dalam hati kadang aku bertanya, kenapa ia merindukan Amira? Padahal ia tak pernah sekali pun memberikan Asa kebahagiaan seperti yang telah aku lakukan saat ini. Kadang aku merasa iri, karena tak peduli seberapa besar upayaku, Asa selalu mengingat dan menanyakan Amira ketika ia akan tidur.

Hal aneh terjadi ketika pagi ini aku tidak menemukan Asa di sampingku. Ke mana perginya sepagi ini? Jam masih menunjukkan pukul lima pagi, tak mungkin Asa sudah bangun tanpa membangunkanku. Aku bergegas turun dari tempat tidur dan mencarinya, alangkah terkejutnya aku ketika mendapatinya sedang tertidur dengan Popo di depan tembok tempat Amira aku tanam tubuhnya—apakah Asa tahu jika Amira ada di dalam tembok itu? Atau, apakah ini hanya sebuah kebetulan saja?

Aku membangunkan Asa, dan memintanya untuk kembali ke tempat tidur. Aku khawatir jika dia akan jatuh sakit jika terlalu lama tidur di lantai. Aku membimbingnya kembali ke kamar kami, dengan masih setengah mengantuk ia berkata bahwa ia mendengar suara ibunya di dalam tembok, itulah penyebab ia tidur di situ, karena ia menunggu ibunya keluar dari tembok datang untuk menjemputnya.

Ketika aku bertanya, apakah ia ingin ibunya menjemput dirinya, ia menjawab dengan tegas bahwa ia sangat rindu dengan ibunya, maka ketika ibunya datang Asa mengatakan akan pergi mengikutinya. Dadaku sesak mendengar jawaban jujur Asa, namun aku berusaha menenangkan diri dan mengatakan pada diri sendiri bahwa Asa masih mengantuk dan apa yang ia katakana hanyalah kata-kata yang ia ingat dari mimpinya.

Sikap Asa yang ganjil tak hanya sekali itu terjadi, hampir setiap hari ia akan pergi tidur di depan tembok kosong itu. Meski sorenya ia sudah kutidurkan di kamarku, esok paginya pasti ia sudah pindah ke dapur dan tidur di lantai bersama dengan Popo. Meski Amira sudah tak ada lagi di sisinya, kenapa ia masih saja senantiasa menyiksa Asa begini?

Aku dihadapkan pada situasi yang menuntut banyak kesabaranku, selain tingkah tidurnya yang aneh, Asa juga semakin sulit jika dinasihati. Kami biasa menghabiskan waktu sore kami dengan menceritakan banyak hal mengenai sekolahnya, dan entah sejak kapan kebiasaan itu tak lagi kami lakukan, Asa lebih memilih untuk duduk bersimpuh di lantai di depan tembok kosong, jika kutanya apa yang sedang ia lakukan, ia hanya akan tersenyum dan menjawab bahwa saat itu ibunya sedang mengajaknya bercerita. Aku bukanlah orang yang penakut, tapi melihat tingkah Asa yang semakin aneh ini kadang membuatku paranoid dan tak jarang aku akan membentaknya dan menyuruhnya lekas pergi dari tempat itu.

Suatu siang aku berdiri di depan tembok tempat Amira tertidur lelap, aku menjulurkan tanganku menyentuh tembok sembari berkata padanya jika aku memohon untuk dibiarkan tenang tinggal bersama Asa. Aku mengatakan Asa telah jauh lebih bahagia ketika ia tak ada, jadi aku memintanya untuk berhenti mengganggu Asa—aku sadar ini adalah perbuatan konyol, tapi segala cara harus kucoba untuk kebahagiaan Asa.

*

Hari ini Asa melakukan mogok sekolah. Sedari bangun ia tidak ingin melakukan apa-apa, ia tidak mau turun dari tempat tidur, ia tidak mau disuruh mandi, sarapan, atau hal-hal lainnya, yang ia lakukan sekarang hanyalah membungkus diri di dalam selimut.

Lihat selengkapnya