“Jadi sekarang kita bisa berkenalan. Siapa namamu?”
“Everryn... Heylden...” Kataku padanya. Aku masih memasang kewaspadaanku.
“Baiklah Everryn. Sekarang kau adalah bagian dari kami. Kau akan hidup dengan cara kami, dan kau akan makan apa yang kami makan.”
“...” Aku tak menjawab kata-katanya.
Sekarang aku baru sepenuhnya sadar, bahwa kini diriku sama seperti mereka yang selama ini menjadi musuhku. Aku adalah seorang vampir. Dan yang lebih menakjubkan bagiku kini penglihatanku dalam keadaan yang sangat baik, mataku yang minus rasanya sudah hilang.
“Pakaian gantimu ada di lemari itu. Dan ini adalah kamar barumu. Kau bisa memanfaatkan apapun yang ada di dalam ruangan ini.”
“Kenapa?! Kenapa kau tak membawaku ke Hamoon Blood? Atau ‘Ucivee?” Aku menanyakan dua tempat vampir yang sudah akrab di telingaku.
“Apa kau ingin dibawa ke tempat mengerikan itu?" Bellida melirik miris.
"..."
"Hamoon Blood seperti kandang buaya di dunia lamamu. Kau masih memiliki sedikit darah manusia di tubuhmu, perlu waktu untuk memurnikannya. Kau hanya akan jadi santapan mereka. Dan ‘Ucivee? Kaum elit itu akan menendangmu begitu kau masuk teras mereka.”
“Dan tempat apa ini?” tanyaku sambil melihat detail ruangan tempatku berada.
“Victorian Homer? Tempat Ini adalah surga bagi mereka yang menyukai kedamaian.
Tidak ada yang akan menyerang kita di sini. Tidak vampir, tidak pula manusia.”
“Kenapa? Bagaimana bisa?”
“Suatu saat kau akan mengetahuinya.” kata Bellida yang tiba-tiba menjadi serius, “Kuperingatkan kau untuk tak menyentuh lantai paling atas bangunan ini.”
Aku tak bertanya lagi, Bellida meletakkan gelas-gelas kembali di atas meja. Ia sudah berada di pintu kamar, saat kemudian dia berkata...
“Lebih baik kau hindari matahari dan buang perak sialanmu itu!” Selanjutnya Bellida sudah menghilang dari pandanganku.
Aku duduk di pinggir ranjang sebelum akhirnya memutuskan bergerak ke lemari, aku harus berganti baju, kemudian aku bisa melihat seperti apa Victorian Homer ini. Segala sesuatu yang ada di sini adalah perabot-perabot tua penuh ukir-ukiran khas Zaman Victoria, entah sudah berapa abad zaman itu berlalu.
Lemari yang berada di kamarku sangat besar, aku membukanya perlahan. Mencari tahu apakah ada pakaian yang pas denganku. Kesan pertama yang kudapatkan adalah hawa pengap yang keluar.
“Oh!” Aku terkejut senang.
Bukan pakaian ala-ala kerajaan atau bangsawan yang berada di dalam lemari itu, melainkan pakaian yang lebih modern. Ada beberapa warna, tapi hampir semua didominasi warna merah-hitam. Aku mengambil celana yang mirip seperti yang dipakai Bellida tadi, bedanya lutut kanannya robek. Lalu aku mendapatkan kaus berwarna merah marun ketat. Celana dan kaus itu sangat pas dengan tubuhku.
Tak lama kemudian aku keluar dari kamar itu, yang pertama kulihat adalah lorong panjang di sisi kanan-kiri. Aku tak tahu harus kemana, tapi instingku mengatakan aku harus ke kiri, maka kubiarkan insting menuntunku. Aku berusaha mencari keberadaan Bellida Miria. Tubuhku terasa ringan ketika berjalan menyusuri lorong itu.
Aku menuruni tangga dengan waspada. Aku melihat ada beberapa orang berbincang, sepertinya perbincangan yang normal, aku sempat terhenti di tengah barisan anak tangga itu. Terlihat seorang wanita dan beberapa laki-laki di lantai bawah. Tapi wanita itu bukan Bellida. Mereka pasti juga vampir, aku akan mati jika melawan mereka langsung dalam keadaan seperti ini. Apa aku bisa kabur dari sini? Pikirku.
Seorang laki-laki melihat kehadiranku, aku turun sampai anak tangga terakhir sambil mengawasinya dan bersiap membela diri. Laki-laki itu mendekatiku, membauiku seakan aku ini benda aneh yang baru datang di Victorian Homer. Dia sangat pucat, dan rambut hitamnya mempertegas kesan itu.
“Aku Kiehlyn Kirnon. Selamat datang di...”
“Kiehlyn?! Kau Kiehlyn?! Kau Vampir yang mencelakaiku?!” semburku dengan marah. Aku begitu kesal begitu mengetahui nama vampir terkutuk itu.
“Hmmh... kau bisa memanggilku Kiehl, dan ya... aku vampir yang menyerangmu.”
“Sialan! Dimana Zel?! Katakan padaku kemana kau bawa Alozel?”
Aku mencengkeram kerahnya, dia tidak melawan padahal kulihat teman-temannya bergerak mendekat. Mereka menggeram dan menampakkan taring-taring mereka. Sudah kepalang basah, aku telanjur emosi. Aku tak peduli apa yang akan terjadi selanjutnya padaku.