Aku dan Kiehlyn berjalan cepat menuju rumah-rumah di pinggiran Erata Nuos. Ah, tempat yang sangat kurindukan. Lingkungan yang hangat, hanya sedikit manusia egois di kota buatan ini. Dan di salah satu sudut kota, Alozel menyatakan perasaannya padaku, saat kami tengah menjalani tugas pertama sebagai Vanator.
Mendatangi Erata Nuos, membuatku kembali bertanya-tanya, apakah mungkin Zel berada di sini? Tapi sepertinya tidak. Tujuan pertamanya jika selamat pastilah Gedung Slashig, menemui Riocless, mengungkapkan semuanya, dan cucu Sang Penyelamat itu akan mengerahkan pasukan kecilnya untuk mencariku. Persahabatan kami bertiga cukup baik, kami saling bantu dan dukung.
Aku menatap Kiehl yang berdiri tegap di sampingku dalam keremangan malam. Angin berembus pelan mencerahkan pohon-pohon kering. Wajah pucatnya tertimpa cahaya dari kejauhan, matanya dengan liar mencari manusia yang cocok dijadikan mangsa.
Kiehlyn memberitahuku agar tidak terlalu menarik perhatian, aku menurut saja. Sejujurnya aku gemetaran karena akan memburu manusia dan kuisap langsung darahnya. Bellida tadi sempat mengatakan padaku agar tidak meminum darah terlalu banyak, dia hanya ingin aku berusaha mencari makananku sendiri, dan sisanya serahkan pada Kiehlyn. Lagipula aku masih kenyang.
“Kau tidak apa-apa?” Kiehlyn mengalihkan perhatiannya padaku.
“Kurasa aku akan gila.” kataku padanya.
Aku tidak siap. Mungkin saja aku tidak mampu berburu manusia. Sempat terbesit dalam benak, haruskah aku seperti Cliona Syss? Menjadi vampir yang tidak meminum darah langsung dari manusianya. Tapi harga darah tidaklah murah, dan lagi... aku tidak punya uang. Dan jika aku tak makan maka dengan segera aku akan mati. Aku belum ingin mati. Menyedihkan.
“Ikuti saja aku."
"Iya."
"Kau lihat orang yang sendirian di sana?" Kiehlyn menunjuk ke satu titik, "Temannya sedang tidur. Kita bisa meringkusnya.”
“Baiklah.” rasa pasrah dan bersalah menggelayut di dada. Sungguh, perasaan ini sangat berat. Aku tak ingin melakukannya.
Kiehl tahu aku ragu. Dalam waktu singkat dia meyakinkanku terus maju, tidak boleh pulang sebelum aku bisa berburu, atau Bellida akan menendangku keluar dari Victorian Homer. Aku ingat bagaimana tak berdayanya diriku melawan Bell saat aku baru tiba di rumah itu.
Aku dan Kiehl mengendap atau bisa dibilang berjalan pelan, tanpa suara. Kami mengawasi calon mangsa kami. Usianya sekitar sembilanbelas-duapuluh tahun, dia sedang memanggang sosis, temannya tertidur di atas kursi lipat dan berselimut kain kotak-kotak yang terlihat hangat. Aku hampir lupa bagaimana rasa hangat itu, iri sekali melihat mereka.
Ku pandangi calon mangsaku dari atas ke bawah, naluriku sepertinya sudah mulai bermain, ingin segera menerjang dan mengoyak lehernya, dan hal itu membuat napasku memburu. Tiba-tiba kudapati sesuatu berkilauan di sisi luar sepatu botnya. Aku otomatis mencengkeram tangan Kiehl.
“Dia anggota Vanator, itu pasak perak...”
“Iya, aku tahu.” Kiehl berbisik di telingaku, "Sengaja kupilihkan untukmu."
"Hah?"
Kami sudah dekat dengan mangsa kami, “Apa kau khawatir tidak bisa mengalahkannya? Bahkan jika kau masih manusia, aku yakin kau bisa melumpuhkannya dengan mudah.” ujar Kiehlyn.
“Tapi...” Aku sedikit ragu.
“Dan istimewanya... saat ini kau adalah vampir.”
Lagi... Kiehlyn mengingatkan siapa diriku kini. Aku benci karena Kiehl benar tentang keadaanku saat ini. Aku menghela napas, dan mengeluarkan taring, begitu juga Kiehl. Kami mendatanginya dengan sangat cepat, aku sempat keheranan bagaimana tubuhku bisa seringan ini. Belum sempat mangsa kami menoleh dan membangunkan temannya, aku dan Kiehl sudah menyergap dan membawanya di antara pepohonan.
*****
Dia meronta-ronta dan berteriak, aku yakin temannya pasti dengar, maka dengan sigap kubenamkan taringku ke pangkal lehernya. Darah segar langsung membasahi bibir dan daguku, aku menyesap darah seperlunya, rasanya tidak terlalu fantastis untukku, tidak seperti darah Kiehl atau Cia yang bisa membuatku bersemangat.