“Ba-bagaimana bisa k-kau berbicara?” tanya Tsibil dengan rasa ketakutan dan penasarannya.
“Selama ini aku hanya mendengar rumor jika ada makhluk yang memiliki kepintaran yang cukup sehingga mereka dapat berbicara”
“Namun kali ini, aku melihatnya sendiri di depan mata” sahut Hemia dari belakang.
“Mungkin aku bukan sepintar apa yang kau bilang wanita kacamata, namun aku mendapat bentuk dan kekuatan ini berkat Sang Penguasa Pulau memilihku”
“Aku terpilih karena sebelum memiliki keadaan seperti ini, aku adalah Handar terkuat yang telah banyak membasmi manusia seperti kalian yang ingin merusak area hutan pulau ini” jelas Handar putih itu.
“Aku sudah menjawab pertanyaanmu, sekarang jawab pertanyaanku. Apa yang kalian lakukan disini?” tanya Handar putih sekali lagi, kali ini dengan suara yang lebih mengerikan.
“Ehm, begini Tuan Handar yang agung, kedatangan kami kesini untuk -” ucapan Larrick yang terpotong.
“Kami ingin menghilangkan eksistensimu dari wilayah ini, karena banyak sekali warga desa yang takut karena keberadaanmu di sini” jawab Hemia dengan lantang dari belakang. Larrick kaget dan menoleh tajam ke arah Hemia.
“Banyak sekali warga yang ketakutan dan ada juga yang beberapa meregang nyawa ditanganmu” ucap Hemia. Terlihat Larrick melambaikan tangan dan menyuruh Hemia untuk berhenti berbicara dengan gerakan telunjuk di bibirnya. Terlihat juga Kairnt mulai berjalan mendekati mereka dengan terhuyung-huyung.
“Jadi, atas nama warga Desa Votun, kami berada disini untuk membalaskan dendam dan menghilangkan rasa ketakutan para warga desa. Jadi mari kita mulai pembasmian atas dirimu dari wilayah ini” lanjut Hemia dengan lantang. Larrick yang berusaha menahan Hemia akhirnya pasrah menerima kenyataan ini dan mulai mengeluarkan dua belatinya. Tsibil yang sedari tadi memperhatikan juga bersiap dengan bola sihir di tangan kirinya, sedangkan Kairnt terlihat masih berjalan mendekat.
“Hahahaha!! Asal kau tahu, mereka yang telah meregang nyawa adalah orang-orang yang mengganggu dan merusak tatanan alam di area ini. Mereka sering menebang pohon-pohon muda, mencabut tanaman seenaknya, mengambil buah mentah dan lain sebagainya!”
“Harusnya biarkan alam yang menentukan dan para makhluk sekitar yang menikmatinya, bukan memaksakan ego demi kepentingan diri sendiri!” seru Handar putih itu. Suaranya menggelegar seraya alam pun mengamini dengan hadirnya angin yang berhembus ke arah mereka.
“Namun tetap saja, menghilangkan nyawa bukan merupakan perilaku yang benar” ucap Hemia dengan nada lebih lirih dari sebelumnya. Hemia terlihat gelisah setelah mendengar ucapan Handar putih di hadapannya.
“Baiklah Nona Kacamata, kau mewakili para warga desa yang merasa terganggu dengan kehadiran kami, dan aku mewakili para sesamaku beserta penjaga hutan ini demi kelestarian hutan. Tidak masalah, mari kita akhiri perbedaaan ini dengan kematian salah satu diantara kita. Jika aku mati pun, aku yakin para penjaga hutan akan memilih salah satu dari kami yang tersisa untuk kembali menjaga hutan ini” ucap Handar putih dengan penuh bijaksana.
Suasana rindang dengan hembusan angin mengiringi pertarungan kali ini. Tsibil menyentuh bajunya.
“Mage Armor” ucap Tsibil. Terlihat kini bajunya seperti terselimuti oleh aura berwarna ungu. Setelah itu dia mundur mendekati Hemia.