KIM Seola menaiki tangga sambil menggerutu pelan. Tadinya ia sedang istirahat makan siang ketika Manager Cho tiba-tiba memanggilnya dengan gaya sok bossy. Ia diminta untuk menemui seorang tamu VIP di lantai dua dan mencatat semua keperluannya.
Dalam hati Seola bertanya-tanya siapa sebenarnya tamu VIP yang dimaksud itu. Kalau memang orang penting seperti yang dikatakan si manager, kenapa malah memilih kafe pinggir jalan dan bukannya restauran mewah atau hotel bintang lima. Orang kaya kan suka tempat-tempat mewah seperti itu—hush! Seola lekas menepis pikiran buruknya soal orang kaya. Sepertinya tidak semua orang kaya suka bersikap seenaknya. Semoga yang satu ini juga demikian, harapnya dalam hati.
Sebenarnya kafe yang terletak di Gangnam-gu, Seoul ini tidak bisa dianggap remeh. Menu 4Us—nama kafe tersebut—yang berpusat pada berbagai makanan klasik ala dinner, seperti roti panggang Perancis yang ditaburi gula, kentang goreng yang renyah dengan telur orak dan daging, serta waffle, membuat kafe ini tidak pernah sepi pengunjung. Pemiliknya adalah ibu dari salah seorang model terkenal di Seoul. Nyonya Moon, perempuan baik hati yang bersedia ‘menampung’ Seola bekerja di tempatnya.
Sebenarnya bukan tanpa alasan Seola diterima bekerja di kafenya. Selain karena saat itu 4Us sedang membutuhkan pelayanan baru untuk menggantikan pelayan lama yang resign, ini dikarenakan wajah Seola yang sangat mirip dengan mendiang putri bungsu Nyonya Moon. Maka diterimalah ia langsung hari itu juga.
“Pak Kang Minhyuk?” sapa Seola ketika ia akhirnya tiba di meja bundar dengan dua kursi saling berhadapan yang terletak di beranda samping lantai dua. Satu-satunya meja yang ada di sana.
Laki-laki yang dipanggil dengan embel-embel bapak itu mengangkat wajahnya dan menoleh. Serentak mata Seola membesar. Agak terkejut mendapati Kang Minhyuk ternyata seorang pemuda berwajah tampan. Tidak bermaksud berlebihan, Kang Minhyuk memang tampan untuk ukuran pria Korea.
Kulitnya putih bersih. Matanya tidak terlalu sipit, hidungnya mancung, dan bibirnya sedikit tebal. Kang Minhyuk memiliki bulu-bulu halus di sepanjang rahang hingga dagunya—mungkin belum sempat bercukur. Rambut hitamnya disisir rapi dengan pomed yang menguarkan bau harum. Pakaiannya rapi, berupa setelan resmi minus dasi.
Seola menyunggingkan senyum tipis saat berkata, “Saya diminta untuk mencatat semua keperluan Bapak. Barangkali Bapak sedang membutuhkan sesuatu?”
Kang Minhyuk langsung mengarahkan telunjuknya ke wajah Seola sambil menatap mata yang turut melebar itu lurus-lurus. “Aku membutuhkanmu.”
Alis Seola terangkat. “Maaf?” katanya skeptis.
Kang Minhyuk tersenyum kecil sembari mengulurkan satu tangannya ke kursi kosong di hadapannya. “Duduklah! Aku ingin bicara berdua saja denganmu.”