SEOLA bangun usai tertidur pulas selama dua jam. Ia mendapati selimut tebal membungkus tubuhnya hingga dada. Di pergelangan tangan kirinya tertancap jarum infus dan tangan kanannya sudah diperban sampai ke pergelangan.
“Kau sudah bangun?”
Seola yang sedang berusaha mendudukkan diri mengangkat wajahnya dan menoleh ketika mendengar suara Kang Minhyuk. Laki-laki itu berjalan ke arahnya usai menutup pintu. Mengambil duduk di dekatnya.
“Kau sudah merasa baikan?” tanya Minhyuk sambil memerhatikan wajah Seola dengan seksama.
Seola mengangguk pelan. “Aku harus pulang.” Ia hendak mencabut jarum infus dari tangannya, tapi lekas dicegah Minhyuk.
“Aku tahu kau tidak suka berada di dekatku, tapi tolong perhatikan kesehatanmu,” gumam Minhyuk menggamit tangan Seola.
Ingatan saat Minhyuk menungguinya di rumah sakit menghujam otak Seola. Usai diperiksa dan beristirahat selama dua jam, ia akhirnya diperbolehkan pulang. Tapi Minhyuk tidak mengantarnya pulang. Malah membawanya ke apartemennya. Laki-laki itu memaksa Seola beristirahat di sana sampai ia benar-benar pulih. Seola yang tak punya pilihan pun hanya bisa pasrah.
Perlahan Seola menarik tangannya dan memalingkan wajah ke samping. Menghindari tatapan Minhyuk yang mampu menciptakan gelenyar aneh di dadanya.
“Dokter bilang kau harus minum antibiotik saat bangun. Tapi sebelum itu kau harus makan dulu,” terang Minhyuk. Ia kemudian berdiri dan melangkah pergi.
Seola terus memandangi kepergian Minhyuk hingga punggung laki-laki itu menghilang di balik pintu yang dibiarkan terbuka. Ia mendesah keras. Merutuki kebodohannya karena membiarkan Minhyuk menguasai dirinya. Harusnya ia memaksa pulang, bukannya pasrah begini.
Tak berselang lama Minhyuk kembali dengan membawa meja kecil berisi semangkok bubur, air hangat, dan obat. Laki-laki itu meletakkannya di atas kaki Seola yang diluruskan.
“Aku sudah memberi tahu temanmu bahwa kau di rumahku,” beritahu Minhyuk sambil menyerahkan mangkok bubur kepada Seola.
Seola diam saja. Saat akan menggunakan sendok, ia harus memegangnya dengan susah payah. Tangannya terasa kaku karena terluka dan kegiatan menggunakan sendok sangatlah susah dilakukan karena jemarinya sakit.
Melihat Seola kesulitan seperti itu, Minhyuk menghela napas. Ia menyingkirkan tangan Seola dan mengambil alih sendok beserta mangkok bubur. “Biar aku yang melakukannya.”
Seola menatap ragu ketika Minhyuk menyuapkan bubur ke mulutnya, tetapi karena Minhyuk terus membujuknya dengan sabar, ia akhirnya menurut dan menerima suapan demi suapan.