4US tidak terlalu ramai di jam sebelas ini. Hanya ada sepasang kekasih yang memilih duduk di outdoor dan seorang jurnalis yang mengisi meja sudut. Para pelayan bisa sedikit bersantai. Begitu pun Seola yang kini bertopang dagu di meja bar. Termenung memikirkan ucapan Kang Minhyuk pagi tadi.
Aku cukup puas melihatnya tewas mengenaskan.
Seola meringis pelan. Ia tidak habis pikir Kang Minhyuk bisa mengatakan hal sekejam itu kepada mendiang ibunya.
Dia pantas menerimanya.
Satu helaan napas lolos dari mulut Seola. Benaknya jadi memiliki tanda tanya besar. Seburuk apa sebenarnya hubungan Minhyuk dengan ibunya sampai laki-laki itu tega berkata seperti itu. Dan juga ... apakah ibu Minhyuk itu adalah wanita yang sama dengan seseorang di masa kecilnya?
“Yha!”
Seola tersentak pelan ketika seseorang menepuk bahunya. Ia menoleh dan melihat Sojung sudah duduk di sampingnya dengan cengiran lebar.
“Mengagetkan saja,” gerutu Seola melirik kesal rekan kerjanya.
“Dari tadi kuperhatikan kau terus melamun,” komentar Sojung dengan dialek Busannya. “Memikirkan Kang Sajang, ya?”
Seola mendengkus. “Kenapa juga aku harus memikirkannya,” sangkalnya sambil membuang muka.
“Eih.” Sojung menyipitkan mata dengan senyum usil. “Tidak masalah juga kalau kau memang memikirkannya. Itu kan bukan tindak kejahatan.”
Seola memutar bola matanya dan memalingkan pandangan. Saat itulah ia melihat putri sulung Nyonya Moon baru saja memasuki kafe dengan langkah anggun. Seola langsung melompat turun dan meninggalkan Sojung yang melongo menatap kepergiannya.
“Bona Eonni¹,” panggilnya sambil tersenyum lebar. Kemudian membungkuk badan.
Wanita yang dipanggil Bona Eonni itu langsung murung ketika Seola tiba di hadapannya. “Dilihat dari jarak sedekat ini, kau benar-benar mirip adikku.” Ia tampak membuang napas dengan ekspresi lucu saat melanjutkan, “Aku jadi merindukannya.”
Meski tak memiliki hubungan darah, wajah Seola memang mirip sekali dengan mendiang putri bungsu Nyonya Moon. Seola sendiri sempat terkejut ketika wanita itu menunjukkan fotonya. Bagai pinang dibelah dua. Tidak ada perbedaan yang mencolok selain garis senyum mereka.
Karena kemiripan itu, Nyonya Moon sempat ingin menjadikan Seola sebagai putri angkatnya, mengingat Seola juga sudah tidak memiliki orang tua. Tapi Seola menolak. Ia merasa tidak enak jika harus menjadi putri angkat keluarga itu hanya karena kemiripan wajah.
“Maaf karena wajahku mirip dengannya,” sesal Seola sambil menggaruk belakang telinganya.
“Lho, tanganmu kenapa?” tanya Bona melihat tangan Seola yang diperban sampai ke pergelangan.
“Oh, ini,” Seola tersenyum canggung menatap tangannya, “semalam aku tidak sengaja menyenggol tumpukan piring kotor dan terjatuh,” jelasnya ringan.
Bona meringis mendengarnya. Seola dialah yang baru saja mengalami musibah itu. “Kau sudah ke rumah sakit?” tanyanya kemudian.
“Ya, aku ke rumah sakit semalam,” jawab Seola.
Bona mengangguk-angguk. “Apa ibuku tahu kau terluka begini?”