Sehari setelah “ancaman” dari seseorang yang tiba-tiba datang dengan keramahan yang tak terduga, hari-hariku menantikan pengumuman KKN tak lagi terasa menyenangkan. I was so excited about this! Aku bahkan sudah membuat konsep dan program kerjaku yang akan kukerjakan selama aku ditempatkan di desa pilihanku, belum lagi beberapa tempat wisata setempat yang begitu menarik dan harus kukunjungi. I’ve made a whole long list about it. Sedangkan pagi ini, aku merasa sangat takut. Ketakutanku dan kegugupanku menjadi korban bullying saat SMA datang lagi. Perasaan tak enak itu membuatku mual. “Dit, kok ngelamun?” ujar mama menyadarkan lamunanku. “Nggak, ma. Gugup aja sih hari ini bakal denger tempat KKN dimana hehe” kataku mencoba menyembunyikan rasa takutku. “Ah anak mama ga pernah gugup ngadepin seminar proposal ini gugup ngadepin pengumuman KKN? Hahaha kok kamu lucu sih Dit.” canda mama. Sebenarnya, apa yang pernah kuhadapi dari SMA ini membuatku sedikit, well, maybe not just a little, takut. Aku selalu takut akan pendapat orang. Aku selalu takut dengan apa yang orang akan katakan tentang diriku. Since then, aku selalu mencoba untuk menjadi seseorang yang bisa membalas perkataan orang dengan prestasi. Kata-kata, atau lebih tepatnya, ‘ancaman’ dari seseorang yang sama sekali tak kukenal ini sudah membuatku merasa sangat tersiksa. ‘This is the day!’, batinku. “Yasudah ma aku jalan dulu, roti bakarnya kubawa aja ya, kumakan di kampus. Dah pa, aku jalan dulu.” ujarku sambil mengambil tangan mereka dan melakukan ritual rutin, salim.
Di perjalanan, perasaan gugupku selalu menghampiri. Aku tidak pernah merasa segugup ini, bahkan ketika aku akan melalui proses wawancara wisuda, karena aku sangat yakin dengan kemampuan diriku. I never want a day to be passed away sooner like today. Aku hanya ingin hari ini berlalu dan semuanya kembali seperti biasa. Semakin mendekati kampus, perasaanku semakin tak karuan. Aku tidak ingin mendapatkan pengalaman pahit ketika mendekati akhir pendidikanku, sama seperti apa yang terjadi di bangku SMA. Bagaimana pendapat yang lain ketika mereka mendengar percakapanku dengan Ria kemarin? Apa mungkin aku tidak akan mendapat teman ketika aku berada di tempat KKN? Or will everyone will just turn their backs at me and laugh at me silently? Or maybe loudly? Setelah semua perasaan dan narasi yang kuciptakan itu muncul, all the weird tingles in my stomach comes, sudden rush. Panic attack. Aku mencoba untuk tetap tenang. Breathe, Dita. Breathe. Ketika aku sedang mencoba menenangkan diriku, hp ku bergetar. Satu pesan dari Lisa. “Dit, aku udah di ruangan nih. Everything’s fine. Ga ada apa-apa, belom pengumuman juga. Cepetan aku laper, tadi udah pesen nasgor, belom sarapan hehe. Buruan ya.” dan hp ku kembali bergetar. Satu pesan dari mama. “Dit nanti rotinya bagi sama Lisa, mama bawain lebih. Everything will be fine, okay. Anak mama bisa ngadepin dosen penguji kok sama yang lain ga bisa. Semangat sayang, God will always bless you.”
Akhirnya perjalanan 20 menit yang terasa seperti seharian itu berakhir. Aku sudah berdiri tepat di depan pintu ruang pertemuan kemarin, mencoba untuk menghadapi semua ini. Aku juga sudah mempersiapkan diriku jika aku tidak berada di satu desa bersama Lisa. I need to ‘woman’ this up and face it!, ujarku dalam hati. “Dita tumben kamu lemottt” teriak Lisa tepat ketika aku baru saja sampai di depan pintu. “Shhhh Sa, jangan berisik.” bisikku. “Udah santai aja, Dit. anggep aja semua orang disini temen sekelas yang asal bunyi doang.” this is the exact reaction I was waiting for. Lisa menarikku untuk bergabung dengan beberapa mahasiswa dan mahasiswi dari jurusan lainnya. Sepertinya dia sudah mendapat teman bicara, batinku. Aku yang tak terbiasa dengan lingkungan baru mencoba untuk diam saja dan memperhatikan yang lainnya. Pak kumis datang. Beliau sudah membawa beberapa berkas yang akan diberikan bagi kami. “Selamat pagi semuanya. Terima kasih sudah hadir tepat waktu, saya sangat menghargainya. Namun, sebelum saya membagikan lokasi KKN kalian, saya ingin kalian semua keluar dan mengosongkan ruangan ini terlebih dahulu, kalian akan saya panggil sesuai nama, nanti di dalam kalian akan diberikan nomor kelompok dan nama desa sesuai dengan lokasi KKN kalian. Bapak harap tidak ada yang berniat untuk menukar lokasi yang sudah diberikan.”