Berminggu-minggu sudah aku dan seluruh peserta KKN mempersiapkan semua kebutuhan kami, mulai dari surat izin, medical check-up, dan proses daftar ulang mata kuliah KKN, serta proses magang di Perpustakaan bersama Lisa. Kami mengatur ulang jadwal kami bersama dengan pihak perpustakaan dan para panitia KKN agar tetap diizinkan untuk tetap dapat menjalankan proses magang kami dengan dalih untuk proses beasiswa dan menuh-menuhin CV. Berhubung kami sudah sangat dekat dengan para ibu-ibu perpus, proses kami mengurus surat izin dipermudah. Saat yang sudah kunanti-nanti pun tiba, besok aku akan berangkat ke desa yang hanya berjarak kurang lebih 25km dari tempatku. Mungkin banyak cerita baru disana, atau mungkin pengalaman bertemanku akan bertambah, entahlah. Yang jelas, I’m so ready!
Saatnya telah tiba. Seluruh barang sudah kusiapkan untuk 3 bulan, well, selama weekend kami sudah diizinkan untuk pulang ke rumah, belum lagi aku yang akan pergi ke perpus di hari Jumat untuk mengambil jadwal magang dan melakukan bimbingan proposal, jadi aku hanya membawa barang-barang sehari-hari yang akan kupakai. Papa dan mama mengantarkanku di kampus, tepat di titik temu kami. Sebenarnya aku bisa saja langsung menuju tempat KKN karena rumahku dekat, tapi aku hanya ingin mendekatkan diri dengan teman-teman yang nantinya akan menjadi temanku selama 3 bulan. ”Hati-hati ya, Dit. Jangan berantakan di sana, kamar juga selalu rapih ya. Inget, kamu di rumah orang, jangan berantakan!” kata mama memberikanku wejangan dan menyelipkan sedikit uang saku di tas kecil yang kubawa untuk hp dan obat-obatan. “Iya ma, nanti aku bersihkan kamarku terus. Daa maaa paaa aku jumat sampai minggu dirumah kok ma byeee” ujarku sambil salim dan turun dari mobil untuk menyusul teman-teman.
Suasana bus selama di perjalanan sangat hening. Tak ada seorangpun yang berbicara, mungkin kami semua berada dalam situasi awkward karena belum saling mengenal, hanya beberapa bisik-bisik dan tawa kecil dari kelompok tiap jurusan. “Sa, kok sepi banget sih? Aku ngejatohin jarum aja kedengeran kali ini” bisikku ke Lisa. “Namanya juga belom pada kenal, Dit, wajarlah kalo masih diem gini. Ntar abis pembagian rumah tinggal juga udah bisa ngobrol juga.” ujar Lisa santai. Benar juga, kami masih dalam keadaan belum saling mengenal, mungkin juga cekcok konyol antara aku dan Ria membuat suasana menjadi lebih awkward dan tak enak. Perjalanan dari kampus hingga ke Desa Ciar kami tempuh hingga kurang lebih 2 jam, 2 jam yang sangat panjang menurutku. No talking, no chit-chatting, nothing. Aku hanya ingin sampai di tempat tujuan secepat mungkin, aku sangat lelah.
Akhirnya kami sampai di desa tujuan. Setelah mengangkat semua bawaan, kami yang berjumlah sekitar 30 orang harus kembali berkumpul di balai desa setempat dan menunggu aba-aba dari pembimbing kami. “Hai, kamu Dita, ya? Salam kenal, aku Hani. Anak sospol but trust me, aku bukan gengnya si Ria. She made quite a big fuss ya, padahal baru aja ketemu.” Tiba-tiba seseorang menghampiriku sambil memperkenalkan dirinya. “Eh hai Hani, aku Dita. Haha iya no problem kok. Aku juga bingung kenapa banyak banget rumor, bahkan sampe anak sospol tau, kukira hanya di ekonomi aja.” balasku. “Hei Dit, aku Nila, sering dipanggil ikan sama temen-temen, aku dari perikanan nih, weird coincidence but please no judge.” kata seseorang dari belakangku. Kami semua tertawa mendengarnya. Mendadak kesunyian di dalam ruangan terpecahkan. Semua orang berjalan menghampiri yang lainnya untuk sekedar berkenalan, bahkan para cowok sudah seperti bertemu dengan sohib lama mereka. “Eh kenalin nih, temen baik aku, namanya Lisa” kataku sambil memperkenalkan Lisa. “Duh Dita, kamu telat deh. Aku, Nila, dan Hani udah tuker-tukeran nomor, tau! Mereka ngerasa kasian sama kamu, soalnya belom mulai KKN aja udah kena masalah hahaha” ujar Lisa sambil menyodorkan group chat mereka. Aku lupa kalau sahabatku ini seorang Lisa. dia easy going, supel, mudah berteman.
Percakapan singkat kami berempat dihentikan oleh ketokan pintu dari luar gedung balai desa. Pembimbing kami sudah datang, and guess what, Pak Kumis. Ruangan hening seketika. Mata kami semua tertuju kedepan tanpa berkedip, seolah kami sedang menghadapi UAS dihari pertama. “Santai aja, temen-temen. Sebelumnnya kenalin dulu, saya Pak Cahyono, akan mendampingi kalian selama 3 bulan kalian menjalani Live In atau KKN di desa ini. Saya harap temen-temen bisa tertib, menjaga nama baik kalian dan orang tua, dan juga selalu taat akan budaya dan norma yang sudah ditetapkan disini. Nanti untuk pembagian rumah akan saya bacakan sambil menunggu orang tua asuh kalian untuk datang kesini, karena belum semuanya. Bisa sambil berkenalan, ya. Besok saya tunggu program apa saja yang akan kalian jalankan, jadi bisa nanti malam langsung dirapatkan saja. Terima kasih ya semuanya.” tutup Pak Kumis, or Pak Cahyono sekarang. “Eh ngomong-ngomong anak ekonomi mau bikin apa? Agak susah kan kalo mau ngejalanin program?” tanya Hani. Benar juga. Mayoritas penduduk Desa ini bertani atau nelayan. “Ya mungkin aja bisa kita bantu pasarkan dan jadikan bisnis lokal, kan. Anything could happen. Nanti deh kita bicarain, aku ngantuk banget.” kata Lisa.
*******