Hari ini berakhir juga. Seluruh sindiran dan tatapan sinis para mahasiswa membuat mentalku lelah. Tak biasanya aku pulang dalam keadaan sangat lelah seperti hari ini, karena aku enjoy dengan semua prosesku di bangku kuliah. “Aku pulang, ma, pa.” ujarku sambil masuk ke dalam rumah “Eh tumben anak mama lesu” tanya mama “ganti baju, mandi trus makan, gih. Ada sayur kangkung spesial untuk anak mama yang udah seharian di luar rumah.” Did she just throwing a shade towards me? “‘Kan aku kuliah, ma, jadi pasti seharian di luar rumah” jawabku sedikit kesal “iyaa mama tau, becanda, nak.” ujar mamaku sambil mengelus kepalaku “gih sana mandi.” Aku masuk ke kamar kapal pecahku. Aku bukan tipe orang yang suka membereskan kamar, atau melihat keadaan kamarku yang rapih seperti tak ada penghuninya. Bagiku, kamar yang berantakan membuat semua barangku menjadi terlihat dan mudah ditemukan.
Selesainya rutinitas malam dengan segarnya air hangat untuk mandi dan sepiring lezat sayur kangkung, aku selalu duduk bersama papa di depan toko kami untuk sekedar mengobrol. Mama gak mau ikut, banyak nyamuk katanya. “Gimana, Dit, kuliah hari ini?” tanya papa. “Lancar pa, aku dikeluarin lagi dari kelas. Minggu depan juga ga boleh ikut ulangan.” ujarku. “Kelas pak Markus lagi? Itu kamu beneran ngerti materinya dia?” tanya papaku, entah beliau memang tidak tahu atau hanya bercanda. “Tau lah pa, aku udah pelajari semuanya pas malem, jadi ga perlu bingung jawab pas di kelas, bukan salahku kan, pa. Tapi aku malah diledekin terus” aduku ke papa, “yaudah biarin aja, mereka iri sama kamu. Kalo papa jadi temen sekelasmu, pasti papa bakal jadiin prestasimu itu motivasi papa untuk berkembang, ga mau ketinggalan, bukannya malah ngehina.” This is why aku cerita semua ke papa. Beliau yang ngedukung aku untuk terus menimba ilmu dan tak mudah menyerah. Beliau juga mengajarku untuk tetap berpegang teguh pada kebenaran, tapi tetap mau mengakui kesalahan. Terima kasih, maaf, dan permisi. Kata papa, itu 3 Kata Sakti. “Kalo kamu berantem di sekolah, papa mau datang menghadap dan mau membela, asal kamu yakin kamu yang bener dan kamu mempertahankan kebenaran itu, dan bukan kamu yang mukul duluan.” Itu prinsip papa. Aku menjadi sedikit lebih mandiri dan pemberani karena perkataan papa itu. I know someone is ready to protect me, he’s standing right beside me.
****
Keesokan harinya, pagiku dimulai dengan sarapan lezat roti bakar coklat buatan mama dan secangkir kopi super manis. Aku melangkah dengan penuh kebahagiaan karena aku masih bisa bangun pagi ditengah-tengah keluarga kecil yang hangat, dan masih bisa merasakan panasnya sinar matahari pagi. Gotta be grateful for the smallest things, right?. Sehari-hari aku pergi dengan menaiki angkutan umum. Tak jarang, aku akan berada di satu angkutan umum dengan dosenku, dan Ibu Rita salah satunya. “Pagi, bu.” ucapku, “eh Dita, kamu pagi banget ke kampus, Ada kelas jam 8 ya?” tanya Ibu Rita. Memang sih, mahasiswa pasti datengnya kalo ga mepet, ya kesiangan. “Nggak, bu. Lagi ada janji sama Lisa untuk ke perpustakaan. Jam kuliah saya jam 10 bu.” ujarku malu-malu. Percakapan kami bak radio di angkutan umum. Semua orang mendengarkan dengan saksama. “No wonder why kamu sama si Lisa itu sering dikeluarin ya dari kelas, kalian terlalu rajin”. Sungguh, aku bangga sekaligus malu. Atau lebih tepatnya, I’m flustered. “Terima kasih, bu. Oiya bu, nanti ibu ada jam ngajar di kelas saya bu, jam ke-” “ketiga kan? Ibu ingat kok. Soalnya ada kamu dan Lisa, bisa menggantikan saya mengajar. Persiapkan presentasi kalian hari ini, ya.” Menggantikan dosen lagi, aku dan Lisa lagi. Musuh kami akan bertambah lagi, mengingat ini kelas campur antara beberapa kakak tingkat dan beberapa teman seangkatanku. “Siap, bu. Presentasi saya sudah selesai, dan saya yakin presentasi Lisa juga sudah selesai.” ujarku percaya diri. “Sip, saya tunggu presentasi luar biasanya.”
****
“Sa, sa woy aku disini!” teriakku sambil berlari kecil menghampiri Lisa yang sudah ada di depan pintu Perpustakaan. “Ah Dita tumben kamu telat! Yaudah yok, aku mau ngerangkum presentasi juga! Thanks ya udah diingetin buat bawa presentasi Bu Rita. Hampir ketinggalan tadi hehe.” ujar Lisa santai. “Ah, ketinggalan juga I’m sure kamu bisa presentasi dengan lancar.” ujar ku sambil masuk ke dalam lobby perpustakaan. “Ini dia langganannya perpus. Kalian mau ngelamar jadi petugas perpus gak?” canda Pak Robby. “Ah pak Robby bisa aja, kami cuma mau minjem buku pak.” ujarku. “Eh beneran, nanti ke atas deh tanya sama Bu Ira. Perpus lagi cari mahasiswa berprestasi yang mau diajak magang di Perpus, lumayan tuh menuh-menuhin CV kalian”. Nice! What an opportunity! “Wah oke pak kami naik dulu, nanti kami tanyakan ke Bu Ira. Makasih ya pak” ujar kami sambil berlalu dan menaiki tangga.