Una Estrella

Sherinauci
Chapter #3

Nona Halu

Matahari mulai condong ke arah barat, Sey dan Devi bersiap menantikan detik-detik dibukanya gerbang. Tak heran jika banyak murid yang sudah mengantre di depan gerbang, diantara mereka ada yang sudah malas melihat buku-buku dan ada juga yang ingin cepat pulang ke rumah. Tak peduli mereka kepanasan mengantre di depan gerbang. Sey terkikik lucu, melihat fenomena aneh seperti ini ia mengingat para ibu-ibu yang mengantre dan berdesak-desakan demi sekantung sembako. Lain halnya di sini, mereka rela melawan panas dan berdesak-desakan dengan siswa lain hanya untuk pulang paling pertama.

Menjadi orang yang keluar dari sekolah adalah keseruan tersendiri. Terutama bagi Sey dan Devi, mereka berdua adalah pemecah rekor 3 kali berturut-turut pulang paling pertama hingga mereka mendapat sebuah penghargaan yaitu wafer cokelat pisang yang disambung-sambung hingga membentuk sebuah selempang. Penghargaan itu diberikan oleh Pak Jojon sang satpam sekolah.

Sangat konyol bukan? Seharusnya penghargaan ini diberikan pada siswa yang datang pertama, bukan pulang pertama. Kalau soal datang terakhir dan pulang pertama, Sey dan Devi-lah yang berbakat.

Rumah Sey dan Devi tidak terlalu jauh dari sekolah, jadi mereka berdua memutuskan untuk naik sepeda ke sekolah. Lebih hemat uang, hemat tempat, tidak menimbulkan polusi udara dan yang paling penting bisa berolahraga.

"Lo tau gak sih Sey? Definisi orang sombong itu kayak gimana?" tanya Devi matanya memandang ke arah lain.

Sey mengikuti arah pandang Devi. "Hm ... suka pamer?" tebak Sey.

"Nah! Itu dia, lo tahu gak sih? Cewek yang pernah nyirem lo pake air got?" tanya Devi mencoba mengingatkan kembali kejadian beberapa bulan yang lalu.

"Ingetlah!"

"Nah itu Sey. Rumah dia deket dan dia sok-sokan bawa mobil ke sekolah. Mentang-mentang dia holkay, gak liat-liat parkiran yang udah numpuk kayak barang rongsokan," cetus Devi bersemangat sekaligus kesal.

Sey menganggukkan kepalanya setuju. "Cakep Vi, gue suka sifat julid lo! Ngejulidin orang yang pengen gue julidin juga. Hahaha," timpal Sey senang.

Devi ikut tertawa. "Padahal lo sendiri yang bilang kalau jadi orang gak boleh julid."

"Masa bodo sama orang sialan kayak dia," pungkas Sey.

"Masih punya dendam ya lo?" Devi bertanya sambil cekikikan.

"Dendam sih gak. Cuman ya, lo tau gak sih? Gimana gue bisa lupain kejadian itu. Pertama gue malu banget. Kedua! Tuh air gotnya bau banget! Kayaknya bekas boker lo deh Vi," papar Sey mengingat kejadian tempo lalu.

"Sialan lo Sey!" maki Devi.

Sey merinding, mengingat bagaimana cewek itu datang ke kantin dan tiba-tiba dia menyiramnya dengan air yang sangat bau. Rasanya ia ingin pingsan saat itu. Untung ada Devi yang cepat-cepat membawa Sey ke kamar mandi. Mulut Devi memaki-maki sebal, dia mengambil segayung air lalu menyiramnya langsung Sey. Ia berpikir, sebenarnya siapa yang lebih parah? Cewek itu atau sahabatnya sendiri?

Devi membelikannya seragam baru lengkap dengan celana dalamnya. Kebetulan sekolah ini dekat dengan toko baju yang menjual pakaian wanita. Tanpa sepengetahuannya juga, Devi bertengkar hebat dengan cewek itu. Membuat cewek itu berjanji tidak akan mengganggu Sey lagi.

"Awas aja ya lo senyum-senyum ke cowok lagi! Gue takut aja kejadian dulu ke ulang lagi!" ketus Devi.

"Tapi kan Vi. Senyum itu ibadah," sahut Sey.

"Sesey. Senyuman lo itu buat mereka terbang. Kalau misalnya ada cowok punya pacar terus tiba-tiba dia putusin pacarnya gara-gara senyuman lo gimana?"

"Gimana apanya?"

Lihat selengkapnya