Hari libur, hari di mana orang-orang menghabiskan waktu bersama keluarga atau keluar rumah sekadar berjalan-jalan. Hal ini disesali oleh Sey. Pagi-pagi ia bangun, berniat untuk membeli sarapan tetapi nasib sial sedang berada di pihaknya, ban sepedanya bocor di tengah jalan.
Sey menganggukkan kepalanya mengerti. Pantas saja bocor ternyata ada pakunya. Ia memijit pelipisnya bingung, uangnya hanya pas untuk sarapan pagi. Kalau uang itu untuk tambal ban, hari ini ia tak sarapan.
"Makan atau tambal?" tanyanya pada diri sendiri.
"Tambal atau makan?" tanyanya lagi sambil menepuk-nepuk jok sepeda
Ini adalah sebuah pilihan yang sulit. Tidak biasa-biasanya ia ingin sarapan pagi. Sey mendongkak menatap langit, langit mulai gelap. Sepertinya hari ini akan hujan lebat.
"Makan atau tambal?" lirihnya.
"Makan dan tambal," sahut seseorang membuat Sey membalikkan badannya.
Orang itu adalah ketua MPK. Entah siapa namanya, ia tidak tahu. Yang pasti dia orang yang telah mempermalukan dirinya di hadapan umum. Wajah dia akan selalu teringat di benaknya. Bukan karena sesuatu yang istimewa tapi sesuatu yang teramat menyebalkan.
"Sini!" Dia mengambil alih sepeda Sey.
Sey membulatkan matanya. "Apaan? Lo mau curi sepeda gue huh?" ketus Sey mengikuti Cowok itu yang sudah berjalan menuntun sepedanya.
Cowok itu diam, tak menyahuti ucapan Sey. Sey mendengus kesal, ia baru sadar kalau ia sedang bersama dengan orang gila. Semakin lama langkah cowok itu semakin cepat, hingga kaki kecilnya tak mampu menyamai langkah cowok itu.
Sey semakin curiga kalau cowok ini ingin mencuri sepedanya. Ia melirik ke arah cowok itu dari ujung kaki sampai ujung kepala. Dari penampilan dia, sepertinya dia anak orang kaya. Tak mungkin, kan orang kaya mencuri? Ah tidak. Zaman sekarang sudah berubah. Orang miskin selalu ditindas dan sebaliknya orang kaya yang diagung-agungkan, sampai tak sadar banyak kasus korupsi dengan melibatkan pejabat-pejabat tinggi.
"Tenang aja, enggak akan gue curi," ucap dia setenang air laut tanpa ombak.
"Bohong."
"Liat di depan ada bengkel. Gue mau masukin ini sepeda butut ke bengkel itu," ucapnya.
"Iya butut, yang penting ini hasil kerja keras gue. Gak minta-minta ke orang tua," ketus Sey tak terima sepeda hasil kerja kerasnya di hina.
"Diem."
Sesampainya di bengkel, Cowok itu menyerahkan sepeda Sey ke pegawai bengkel. Sey duduk di kursi, begitu pun cowok itu, dia duduk di sebelah Sey.
"Lo pulang aja," usir Sey mengerakkan telapak tangannya seolah mengusir.
"Siapa lo?"
"Orang."
"Maksud gue, siapa lo berani ngusir-ngusir gue?"
"Kan gue udah bilang. Kalau gue orang," jelas Sey menahan emosi yang sudah di ujung tanduk.
"Lo enggak masukin nama gue ke list, kan?" tanya cowok itu.
"Huh?" Mata Sey mengerjap-ngerjap, bagaimana dia bisa tahu kalau ia suka menulis nama cowok?
"Vega Harry Pangestu," ucap cowok itu.
"Huh?"
"Itu nama gue. Siapa tahu lo mau nulis nama gue di buku list lo. Tapi inget, nama gue harus dipisah dengan nama yang lainnya," ungkap Vega membuat Sey ternganga tidak percaya.