Una Estrella

Sherinauci
Chapter #6

Takdir

Sebuah tempat berkelip rekayasa bintang. Sey berdecak kagum, melihat-lihat tempat ini. Ada sebuah bola salju bercahaya di tempat gelap. Seharian ini ia benar-benar menghabiskan waktunya bersama Vega. Ini adalah sebuah Paviliun. Kecil namun mewah, kesan pertama kali Sey melihat ini semua adalah "wow".

"Tempat kesukaan gue," ucap Vega matanya menatap ke arah depan.

"Indah," gumam Sey pelan.

"Thank ya, udah nemenin gue."

"Bukannya ke balik? Seharusnya gue berterima kasih," sahut Sey.

"Hari ini gue baik Sey. Mungkin besok, lo akan lihat gue yang kayak biasa," ucap Vega. Ucapannya ringan dan hampa, Sey bisa merasakan hal itu.

Sey tertawa, memang seperti apa Vega yang biasa? Ia juga baru tahu kalau ada Vega di sekolahannya. Entah dirinya yang kudet atau tak peduli dengan keadaan sekitar sampai-sampai ia tak tahu seorang Vega, sang ketua MPK. 

"Seperti biasa? Memangnya kayak gimana?"

"Liat aja besok."

"Huh?"

"Lo suka bola itu?" tanya Vega sambil melirik bola bercahaya yang sedari tadi dipegang oleh Sey. 

Sey mengangguk.

"Buat lo."

"Huh?"

Vega berdecak kesal. "Buat lo!" ulangnya.

"Se-serius? Ini pasti mahal harganya." Sey melihat sekeliling bola itu.

"Bukan harga yang gue peduliin tapi ... bagaimana sulitnya dapetin bola itu," ucap Vega.

"Terus kenapa lo kasih ke gue? Orang yang lo baru kenal."

"Siapa bilang gue baru kenal lo?"

"Huh?" Sey tak mengerti apa yang diucapkan oleh Vega barusan. Maksud dia apa? Jelas-jelas Sey dan Vega baru saja berkenalan hari ini.”

"Lupain. Otak lo cuma muat nyimpen makanan, gak mungkin lo inget.”

"Maksud lo apa sih! Gue gak paham!"

"Gue anter lo pulang, udah malem. Enggak baik cewek keluar sampai larut malam," ucap Vega mengalihkan pembicaraan.

"Ta-tapi?"

"Simpen bola itu buat gue, Sey."

***

Sey menghembuskan nafasnya panjang. Memandangi bola pemberian dari Vega. Saat dilihat dalam posisi terang, bola ini tampak seperti berlian berkilap namun saat melihatnya dalam posisi terang. Bola ini akan memancarkan cahaya, menjadikan kamar ini seperti di luar angkasa.

Sey masih kepikiran tentang ucapan Vega tadi. Kata-kata Vega terucap seolah dia pernah bertemu dengan dirinya, jauh sebelum dia pindah ke sekolahannya. Jika saja pernah, tapi di mana? Ia tidak pernah mengingat apa pun.

Ceklek

Seseorang tiba-tiba datang tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Orang itu berwajah hitam, memakai piyama biru tua dan sandal tidur pink. Sontak saja Sey berteriak kaget, bagaimana tidak kaget? Wajahnya saja hitam seperti arang di tambah terkena pancaran sinar dari bola ini.

Lihat selengkapnya