Sey memakai kacamata bulatnya. Ia minus, tapi untunglah minusnya masih rendah. Memakai kacamata setiap hari bukanlah gayanya. Jadi, ia putuskan untuk lepas pakai kacamata. Pakai tidaknya kacamata, Sey masih tetap cantik dan manis.
Jarinya berkutat di keyboard laptop. Melihat, apakah ada orderan masuk atau tidak. Sey sangat mandiri, semua ia lakukan demi mendapatkan rupiah. Apa pun pekerjaannya, yang terpenting adalah halal. Seperti sekarang ini, ia memilih menjadi reseler barang atau pun makanan instan. Sey membeli barang dari produsen pertama, kemudian menjualnya kembali.
Dengan pekerjaan ini, ia bisa membagi-bagi waktu antara sekolah, belajar dan bekerja. Dulu, ia berpikir untuk bekerja paruh waktu tapi setelah dipikir-pikir kembali, pekerjaan seperti itu dapat memakan waktu dan tenaga.
Sey bersorak kesenangan. Ada banyak orang yang mengorder barang darinya. Bekerja seperti ini sangatlah menyenangkan, santai dan tidak dikejar oleh waktu. Lihat saja dirinya sekarang, bekerja sambil memakan makanan ringan dan mendengarkan lagu kesukaannya.
Tok. Tok. Tok
Sey masih fokus pada laptopnya. Mulutnya ikut menyanyikan lirik yang terputar dari handphonenya.
Tok. Tok. Tok
"Permisi Fofod si penghantar makanan! Rumahnya kosong ya?" teriak seseorang dari arah luar.
Sey diam, ia menghentikan lagu yang terputar. Sepertinya tadi ia mendengar suara orang, tapi siapa? Tidak mungkin Devi, karena dia akan langsung menerobos masuk lewat pintu, kalau pintu terkunci, dia akan lewat jendela.
"Permisi!"
Sey membulatkan matanya. Langsung saja ia bangkit dari duduknya dan berlari menuju pintu. Saat pintu terbuka, ia bisa melihat seseorang kurir penghantar makanan. Sey menaikkan sebelah alisnya, siapa yang memesan makanan? Padahal hari ini ia tidak memesan makanan. Apa jangan-jangan alamat nyasar lagi? Sudah beberapa kali, ia menerima paket nyasar dan berakhir dengan penuh kekecewaan. Si kurir datang lagi dan mengambil paket itu kembali.
Sey melipat kedua tangannya di dada. "Mas ini yang kemaren lagi yak? Kenapa? Jangan bilang Masnya cuma mau nganter makanan nyasar lagi?" tanya Sey.
Kurir itu menggeleng. "Enggak kok Mba. Kali ini benar. Ini ada yang kirim makanan." Si kurir menyodorkan kantung plastik berukuran sedang.
Sey mengambil kantung plastik itu. "Dari siapa? Saya gak mesen tuh?"
Kurir itu memeriksa handphonenya. "Dari Sabella Anjani."
"Sapa tuh?"
Kurir itu menggeleng. "Enggak tahu."
"Oh oke terima kasih."
Kurir itu mengangguk, dia berbalik dan melangkahkan kakinya hendak pergi. Baru 2 langkah, kurir itu kembali berbalik. Mengedarkan pandangannya, mengamati sekitar rumah. Sesekali mengedikan bahunya, mengusap-usap lengannya seolah merinding ketakutan.
Sey mengerutkan dahinya. "Kenapa Mas?"
"Rumah ini horor ya?" tanya kurir itu.
Sey mengikuti arah mata kurir memandang. Ia menggeleng pelan, selama tinggal di sini ia tidak pernah melihat setan-setan atau makhluk halus apa pun. Ini ke berapa kalinya orang mengatakan hal itu kepadanya, namun ia tidak pernah menggubrisnya.
"Masnya pernah liat?" tanya Sey penasaran.
"Iya Mba! Wajahnya ijo." Kurir itu mengedikkan bahunya merinding.
Tunggu, jangan bilang setan berwajah ijo itu dirinya. Waktu itu, Sey keluar dengan memakai masker spirulina. Sey menatap kurir itu datar, dia masih saja berlagak sok ketakutan.
"Itu saya Mas," ucap Sey datar.