Hari sudah semakin malam dan Sey belum juga tertidur. Gara-gara ucapan Vega tadi, ia tidak bisa tertidur. Vega memang benar-benar kelewatan. Ia menyesal telah menawarkan tantangan seperti itu pada Vega. Tubuhnya berbalik, menatap bola yang bercahaya di nakas. Dari dulu sampai sekarang, Sey tidak pernah merasakan bagaimana rasanya pacaran. Setiap ada orang yang menyatakan perasaan dia padanya, sehalus mungkin Sey menolaknya.
Detik jam dinding semakin terdengar sangat jelas di telinganya. Entah ini perasaannya atau memang benar, semakin malam jam akan bersuara semakin keras. Dari dulu ia mempunyai pendapat seperti itu.
Pancaran sinar terang bercampur dengan biru tua, serta bintang-bintang yang hadir pada langit-langit kamar membuat matanya ingin menutup. Semakin lama ia menatap bintang-bintang itu, akhirnya ia tertidur.
***
Pagi hari pun tiba, Sey dan Devi sudah sampai di sekolah 30 menit sebelum bel masuk dibunyikan. Ini semua adalah ulah Devi, kalau saja Devi tidak membangunkannya mungkin ia masih pulas tertidur. Tidak masalah hari ini akan dihukum, toh dirinya sudah sehat. Sungguh, hari ini ia sangat mengantuk. Ada lingkaran hitam di sekitar matanya. Walau tipis dan tidak begitu kelihatan tapi jika dilihat dari dekat akan tampak buruk.
"Yang bener dong Sey nyapunya," ujar Devi kesal.
Ya, Devi membangunkannya lebih pagi karena hari ini mereka mendapatkan jadwal piket. Lagi dan lagi Sey menguap. Devi melipat kedua tangannya di dada, memerintah Sey bagai seorang budak dan Devi adalah Tuannya.
Sey melempar sapunya asal. "Lo kira, lo bos di sini huh?" tanya Sey kesal.
"Lah? Bukannya gue bos ya?" Devi kembali bertanya dengan nada songong.
"Bos dengkulmu! Anak-anak denger bisa diserbu lo."
"Abis lo kenapa sih? Gak tidur lagi ya?" tanya Devi penasaran.
Sey menggeleng lemah, ia duduk di kursi kosong. "Gue tidur ... ya, cuma kemaleman aja."
Devi mengetuk-ngetukan jari telunjuknya ke dagu. Berpikir, bagaimana cara untuk membuat Sey kembali bersemangat seperti biasa. Oke, sepertinya ia menemukan sebuah ide bagus.
"Sey! David Sey! Dia ada di lapangan!" teriak Devi, sontak saja Sey bangkit dari duduknya. Mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Seperti biasa, buku List dan sebuah pulpen.
Sey berlari keluar kelas, menatap ke bawah. Sial! Ia sudah ditipu oleh Devi. Lapangan kosong, paling tidak ada satu dua orang yang berlalu lalang. Sey kembali ke dalam kelas, raut wajah kecewa tercetak jelas di wajahnya.
Devi cekikikan, melihat Sey seperti ini membuatnya sangat terhibur. Sey mendengus kesal, dalam hati ia memaki-maki Devi. Untung saja hari ini ia sedang tidak bersemangat, kalau tidak Devi sudah mendengarkan makian langsung darinya.
"Cepet lanjutin piketnya! Punya anak setengah loh kalau—“
"Dih amit-amit!" ketusnya memotong ucapan sakral Devi. Ia langsung mengambil sapunya dan kembali melanjutkan tugas piket yang sempat tertunda.