Sey mendapatkan kesialan bertubi-tubi hari ini. Pertama, buku kebanggaannya sudah hancur, kedua! Gosip baru tentang dirinya berpacaran dengan Vega telah tersebar luas, dan terakhir guru Sejarah menyuruh memberi tugas merangkum 3 bab sekaligus.
Sey tidak menyerah, ia selalu tekun kalau soal tugas. Menurutnya, jika tugas selesai maka hati akan tenang dan aman dari segala hukuman atau pun kekosongan nilai. Tidak seperti Devi, baru saja menyelesaikan 2 lembar, dia sudah melempar bolpoinnya tanda menyerah.
"Menurut lo Sey, apa definisi guru gak punya hati?" tanya Devi matanya tertuju pada guru yang sedang duduk sambil memainkan handphone.
Sey menutup matanya, pura-pura berpikir keras. "Ngasih tugas yang gak masuk akal, kayak Bu Ipeh?" tebak Sey.
Devi mengangguk. "Liat aja dia. Setelah ngasih tugas, malah enak-enakan main Hape." Devi mendengus kesal.
"Menurut ramalan—"
"Jangan bilang Pak Deden!" potong Devi cepat.
"Bukan Jingan! Menurut ramalan gue, dia bertingkah kayak gini karena ingin bales dendam," ucap Sey santai.
"Hah? Bales dendam? Emang kelas kita salah apaan?" tanya Devi mencium aroma-aroma candaan.
"Bukan Mamang!" Sey menoyor kepala Devi.
"Terus apaan?"
"Jadi gini, gue punya firasat kalau semua guru yang ngasih tugasnya suka di luar nalar itu salah satu ungkapan balas dendam mereka, kepada guru-guru sebelumnya. Mereka juga dulu kayak kita," jelas Sey.
"Lah si kampret. Punya dendam ke gurunya guru, kenapa kita yang jadi pelampiasan?" tanya Devi penuh dengan emosi, mata dia berkilat penuh amarah, sesekali melirik Bu Ipeh.
"Lo bisa bales dendam nanti kalau lo jadi guru juga," ujar Sey.
Devi berdecak pelan. "Helow! Gue gak suka ya ngelampiasin dendam ke orang lain, gak etis banget iyuh." Devi pura-pura meludah.
"Heleh, lo juga suka lampiasin kemarahan lo ke gue. Mau ngomong apa lo?"
Devi mendelik. "Lo gak denger? Gue bilang itu dendam. Bukan marah-marah!" ucap Devi sewot.
Sey memutar bola matanya malas. Bukankah itu sama saja? Suka melampiaskan kesalahan seseorang ke orang lain? Lihat saja Devi sekarang, mencoret-coret belakang bukunya dengan begitu emosi.
"Dev, udah. Kasian pulpennya," ucap Sey menghentikan aktivitas Devi.
Devi menatap Bu Ipeh, dia masih asyik sendiri dengan handphonenya. Beberapa kali Sey dan dirinya berteriak-teriak padahal, tapi dia sama sekali tak terganggu dengan lengkingan suara Sey.
"Lo mau buat gila enggak Sey?" tanya Devi pelan namun terdengar dengan sangat jelas di telinga Sey.
"Ogah ... ada Bu Ipeh," tolak Sey malas.