Tangan Sey mencoret-coret asal di kertas polos. Pandangan kosong, tak bernyawa. Suara percikan air terdengar sangat jelas, memecahkan keheningan di dalam ruangan. Jika ia sedang sendirian, maka seperti inilah jadinya. Kekosongan dan kekosongan.
Sedari tadi handphonenya berdering, tetapi Sey mengacuhkannya. Ia tak peduli sepenting apa orang yang menelponnya. Tak peduli, seberapa tidak beruntungnya jika ia tidak mengangkat panggilannya. Yang terpenting sekarang adalah, sebuah ketenangan.
Sey memijit pelipisnya. Sedari tadi, ia memikirkan bagaimana caranya ia melawan lelaki itu. Kalau ia terus-terusan seperti ini, dia bisa mengikatnya dengan sangat mudah.
Kepalanya bersender di sofa. Menatap langit-langit ruang tamu. Ia harus bisa berani melawan dia. Dia harus pergi dari hidupnya. Semakin lama dia mengganggunya, semakin pula hidupnya menderita.
Sey bangkit, melirik handphonenya yang masih setia berdering. Terdapat nama 'Vega' di layar handphonenya. Ia sudah mengganti nama kontak alay Vega. Sey mengambil handphonenya kemudian mengangkatnya dengan rasa malas.
"Sey! Kenapa lo gak angkat telepon gue dari tadi! Gue khawatir."
Sey diam, tak bergeming.
"Sey? Ngomong! Jangan buat gue khawatir!"
"Cerewet banget sih," omelnya.
"Lo gak papa, kan?" tanya Vega khawatir.
"Iya. Kenapa lo mau nganterin gue makanan?" tanya Sey datar.
"Iya. Cepet! Mau pesen apa?" tanya Vega ketus.
"Apa aja. Yang enak tapi, kebab jumbo deh Veg." Pesan Sey.
"Udah?"
"Sisanya terserah lo."
"Okay. Gue nanti datang ke sana."
"Cepet! Keburu sore!" ketus Sey membuat Vega tertawa di sebrang sana.
"Oke. Gue udah di jalan. Tinggal beli kebab pesanan lo."
"Huh? Kok?"
"Udah jangan berisik. Gue matiin teleponnya. Kalau ada apa-apa cepet hubungin gue, okay?"
"Ya."
Tut
***
"Lo kenapa sih? Gue cuma pengen denger kabar lo! Gue khawatir! Gue cinta sama lo!" ucap Vega memarahi Sey.
Sey tidak memedulikan ucapan Vega. Ia malah lebih fokus ke makanan-makanan yang dibawa oleh Vega. Matanya berbinar, sungguh kedatangan Vega mengembalikan moodnya lagi. Vega berdecak, percuma saja ia berbicara dari tadi kalau Sey tidak mendengarkannya.
"Jangan cinta sama gue. Nanti lo bakal nyesel," balas Sey sambil membuka kemasan kebab.
"Cinta gak bisa milih Sey. Dan nama lo udah terukir di hati gue," ucap Vega melankolis.
Sey tertawa mengakak. Sejak kapan Vega jadi alay? Memang benar, cinta telah merubah jati diri seseorang. Dan sosok Vega yang tegas dan ketus tiba-tiba berubah menjadi posesif dan alay.
"Lo alay Veg. Btw, lo ngerasa gak gue cewek matre?" tanya Sey sambil mengigit kebabnya.
Vega mengangguk, sedetik kemudian dia menggeleng. "Gue seneng kok."
"Kalau gue kayak gini tiap hari lo sanggup?" tanya Sey.
Sey berharap kalau Vega tidak sanggup untuk memenuhi permintaannya. Ia akan membuktikan, kalau tidak ada cowok yang benar-benar tulus untuknya. Sey yakin sekali, tidak ada cowok yang suka cewek matre apalagi Vega? Cowok itu pasti akan ilfel melihat cewek seperti dirinya.
"Boleh. Duit gue masih banyak," ucap Vega arogan.