Vega masuk ke dalam apartemen dengan wajah kesal. Baru saja ia sangat bahagia bertemu dengan Sey, kini masalah hidupnya kembali datang. Kalau saja ia tahu, mereka akan datang ke apartemennya sekarang mungkin ia tidak akan kembali ke apartemennya dulu sebelum mereka pulang.
Mereka adalah Maya dan Elisha, Ibu dan adiknya. Ia yakin, mereka datang ke sini untuk memaksanya pulang ke rumah baru. Sungguh, Vega sangat membenci keadaan ini. Bagaimana tidak? Ibunya menikah kembali tanpa persetujuannya terlebih dahulu. Bukankah ini gila?
Kalau dilihat lagi, Ibunya seperti cewek matre yang menikah dengan orang terhormat dan kaya raya. Ia tidak mengerti, apakah semua peninggalan mendiang ayahnya tidak cukup. Padahal dengan semua peninggalan ayahnya, ia yakin semua akan terpenuhi, lantas untuk apa menikah kembali? Apalagi tanpa persetujuannya.
"Ar. Kau masih marah pada Mama?" tanya Maya sedih.
Vega diam, dia pura-pura sibuk dengan menggeser-geser layar handphonenya. Maya menundukkan kepalanya, matanya berkaca-kaca bersiap untuk menumpahkan air matanya.
"Kak? Kakak maafin Mama. Mama ngelakuin ini karena Mama sayang sama kita," kata Elisha membela Maya.
"Kalau karena kita, kenapa Mama gak bilang sama Kakak?"
Maya mendongkak, menatap sendu putranya. "Maaf... Mama pikir setelah ini kamu bisa menerima dia sebagai Papa baru kamu," ujar Maya.
"Ar mengerti kalau Bunda butuh sosok pengganti Ayah tapi kenapa Mama gak bilang dulu sama Ar? Ar akan coba bisa nerima semuanya. Tapi apa? Ar gak tahu tuh, kalau Mama nikah lagi. Ar ngerasa, kalau Ar ini gak penting di—"
"Kamu penting dihidup Bunda, begitu juga Elis. Kalian itu bagian dari diri Mama, Mama gak bisa hidup tanpa kalian," potong Maya sedikit menekankan kata-katanya.
"Bullshit. Apa lelaki itu penting dihidup Bunda?"
"Kak!" tegur Elisha.
"Penting. Bukan karena Bunda udah ngelupain Ayah kalian. Bunda gak bisa ngelupain beliau, tapi Elis dan kamu butuh sosok Ayah," jelas Maya.
"Aku ngerti."
Maya mengembuskan nafasnya lega. "Jadi kamu mau, kan? Tinggal sama kita?"
Vega menggeleng lemah. "Aku membiarkan semua ini bukan berarti aku mau tinggal bersama kalian, Bunda tahu, kan? Kalau aku tidak terbiasa dengan tempat asing."
"Tapi kamu bisa, kan? Sekedar berkunjung ke rumah? Jenguk Mama atau adikmu?" tanya Maya penuh harap.
"Tidak janji," balas Vega datar.
"Mama tahu kamu cepat akrab dengan Papa barumu. Dia sosok orang yang baik, penyayang, tegas dan lembut. Bagaimana Elis pendapat Papa, menurutmu?" Maya menatap Elisha.
Elisha mengangguk antusias. "Iya kak! Papa baik, baik banget malah. Aku kira Papa tiri itu jahat, ternyata dia baik banget kak."
Vega menatap adiknya datar. "Kau belum mengenalnya terlalu lama Les. Lihat saja nanti, jika dia perbuat buruk pada kalian aku tidak akan segan-segan membawa kalian kembali ke rumah Ayah," kata Vega penuh dengan penekanan.
"Astaga Harry, kau terlalu negatif thinking. Coba kamu ketemu sama dia dulu, baru kamu nilai bagaimana sikap dia."
"Dia punya anak?" tanya Vega matanya memandang ke arah lain.
Maya mengangguk. "Punya 2," jawabnya.
"Mantan istrinya masih hidup?"
"Iya. Mereka sudah lama bercerai," balas Maya agak sedikit aneh.