Seharusnya kejadian kemarin benar-benar dilupakan Sey. Biasanya dia akan bersikap biasa saja setelah bertemu dengan Derel. Saat melihat senyuman para cowok kece pun, Sey biasa saja. Tidak senang atau pun membalas senyumannya.
Kecuali Vega. Cowok itu sudah memberikan senyum terbaiknya dari arah kejauhan. Dan senyumannya itu membuat moodnya kembali. Sey melambaikan tangannya, memanggil cowok itu agar segera kemari.
Vega mengangguk, dia berjalan menghampiri Sey. Dia tersenyum sambil menatap ujung kaki Sey. Oke, sepertinya ia tahu kenapa Vega tersenyum seperti itu padanya. Sepatu berwarna biru muda dan putih, yang menjadi sorot utama Vega.
Sey menepuk wajahnya pelan. Habislah dirinya, sepatu kesayangannya akan menjadi tumpukan koleksi MPK di karung. Vega berdiri di depannya, sambil melipat tangannya di depan dada.
"Kenapa pakai sepatu selain hitam?" tanya Vega dingin.
"I-itu, kotor Veg! Kotor! Tadi pagi gue baru nyuci!" jelas Sey kelabakan.
"Bener? Gak bohong? Emang sepatu item lo cuma satu?"
"Iya Veg. Kasihani gue kek. Gue gak mau ya pulang-pulang nyeker," ujar Sey memelas.
"Peraturan! Ya peraturan! Harus ditegakkan. Tidak peduli, lo siapanya gue!" tekan Vega.
"Yaelah Veg sama temen sendiri."
"Pacar!" Ralat Vega.
"Iya, sama pacar sendiri juga."
"Lo ngajarin gue berbuat gak adil?"
"Bukan gitu Veg—"
"Lepas!" potong Vega tegas.
"Maksud lo?"
"Lepas sepatunya Seylandra Starla!" ulang Vega dengan penuh kesabaran.
"Ta--tapi--," gagap Sey menatap sepatu berkaca-kaca.
"Ayo kita ke koperasi beli sepatu. Dan soal sepatu lo, boleh diambil setelah 3 hari."
Vega menarik lengan Sey. Kejadian seperti ini, bisa membuat geger satu sekolah lagi. Dan Seylah yang akan dipermalukan di sini. Menempel wajah cantiknya, di mading 1 dan 2. Belum lagi besok, ada siaran radio di sekolah ini. Bisa-bisa namanya akan disebut-sebut lagi.
Vega membelikan Sey sepasang sepatu berwarna hitam. Vegalah yang membayarnya, kalau Sey akan berpikir 2 kali jika ingin membeli sepatu yang jelas-jelas sudah ada di rumahnya.
"Gue gak mau ganti ya Veg! Nanti gue akan kembaliin sepatu ini ke lo!" cetus Sey sambil menunjuk wajah Vega.
Vega mengepal jari telunjuk Sey. Menurunkan lengan Sey ke posisi semula. "Gue gak mau sepatu atau pun uang lo. Gue ikhlas beliin lo itu. Lo kenapa sih selalu nolak pemberian dari gue!" ujar Vega ketus.
"Tapi Veg —"
"Lo emang harus dipaksa dulu kalo mau nurut."
Deg
Ucapan itu. Ucapan itu mirip sekali dengan ucapan Derel. Namun ucapan Derel yang kaku dan baku, tidak seperti Vega yang Frontal. Sey diam, menundukkan kepalanya. Kejadian semalam kembali terulang.
"Sey?"
"Seylan?"
"Sey lo bengong?" tanya Vega sambil men 'snap' di depan Sey.
Sey menggeleng pelan. "Oke gue terima tanpa lo paksa. Kalau gitu, gue pergi dulu ya," ujar Sey hendak pergi namun ditahan oleh Vega.
"Lo kenapa Sey, ada masalah?"
Sey menggeleng, membalikkan badannya kembali. "Gue gak papa."
Vega berdecak. "Kalau cewek ngomong 'gak papa' berarti mereka ada apa-apa."