Setelah mobil Derel benar-benar pergi dari hadapannya. Tiba saja ada seseorang menarik lengannya. Sey menoleh, matanya membulat kaget. Dia adalah Vega, kenapa dia bisa ada di sini? Apa dia melihat Derel tadi?
"Sey? Tadi siapa? Lo selingkuhin gue?" tanya Vega marah-marah.
"Veg?"
"Apa cepet jelasin!"
"Sebentar."
Sey berlari melihat kesekeliling rumahnya. Matanya beredar ke bawah dan ke atas mencari-cari sesuatu. Vega mengerutkan dahinya tak mengerti, dengan apa yang dilakukan Sey saat ini. Sey menundukkan kepalanya, sesekali menggelengkan kepalanya.
"Lo kenapa sih? Laper?"
"Lo sebaiknya pergi Veg. Bahaya banget di sini," usir Sey ketakutan.
Vega menggeleng. "Gue gak peduli mau sebahaya apa pun, gue mau tetep di sini. And lo, belum jawab pertanyaan gue."
Sey memijit pelipisnya. Vega itu keras kepala, dia tidak akan pulang kalau belum menemukan alasan yang jelas. Ia harus menjelaskan apa pada Vega? Dilihat dari mata Vega sepertinya dia tulus. Hatinya mengatakan kalau ia harus menceritakan semuanya pada Vega namun setelah di pikir lagi. Derel sangat berbahaya, ia tidak mau melibatkan orang lain dalam masalahnya.
"Vega?"
"Apa? Jelasin! Atau gue datengin cowok itu ke rumah dia. Apa dia lebih cakep dari gue? Apa dia lebih kaya dari gue?"
"Gue emang miskin tapi gue bukan cewek matre!" balas Sey ketus.
"Terus dia siapa Sey?"
Sey diam, sedetik kemudian Sey tertawa terbahak-bahak. "Lo cemburu?"
"Iya Sey! Iya, gue cemburu! Lo bisa gak sih jaga hati gue."
"Maaf Veg...."
"Jelasin Sey!" desak Vega.
"Dia Kakak tiri gue!" teriak Sey membuat Vega terdiam, "maaf kalau gue bohong sama lo tentang gak punya keluarga. Sebenernya gue punya keluarga Veg. Mulai sekarang lo jauhin gue... gue pembohong." Lanjutnya lirih.
Vega diam, ia terkejut mendengar ungkapan Sey. Ternyata mereka berdua adalah pembohong. Membohongi satu sama lain, menutupi latar belakang keluarga mereka.
"Dia gila Veg. Dia gila... untuk itu gue mohon sama lo. Tinggalin gue," pinta Sey memohon.
"Gila maksud lo? Tunggu sebentar! Apa jangan-jangan dia nyakitin lo?"
Sey menundukkan kepalanya, menahan bulir-buliran air yang ingin sekali terjatuh. "Lebih dari itu," cicit Sey gemetar.
"Gak bisa dibiarin! Gue akan nyamperin dia—“