Ares sampai di rumah Sey. Matanya berkelana ke setiap sudut rumah Sey. Seperti inikah tempat tinggal adiknya selama ini? Lantai luar sangat kotor sekali, adiknya ini memang sangat pemalas. Rumah ini seperti rumah kosong, tak berpenghuni. Sepi dan terkesan horor. Belum sempat Ares mengetuk pintu, Sey terlebih dulu membuka pintunya.
Ares menarik lengan Sey ke dalam pelukannya. Sudah lama sekali rasanya dia tidak bertemu dengan adiknya ini. Tangan Ares mengusap-usap kepala Sey lembut. Sesekali Ares mencium rambut Sey.
"Kak, masuk ke dalem dulu. Bahaya ...." Sey mempersilakan Ares masuk ke dalam rumahnya.
"Duduk dulu Kak. Kakak mau minum apa? Teh?" tanya Sey.
Ares menggeleng. "Kakak pengen kamu. Cuma kamu ... di sini, duduk dengan Kakak." Ares menepuk-nepuk sofa di sampingnya. Sey mengangguk kikuk, menuruti permintaan Ares. Jujur saja, Sey sangat merindukan orang ini.
"Kamu kenapa ketakutan gitu liat Kakak?" tanya Ares penasaran.
Sey menundukkan kepalanya. Di luar pasti ada CCTV, dan lelaki Iblis itu mungkin sedang mengintainya sekarang. Kepala Sey menggeleng cepat, Ares tidak boleh celaka. Dia Kakak satu-satunya yang Sey punya. Ares mengerutkan dahinya, tangannya menyentuh pipi tirus adiknya.
"Kenapa kau ketakutan seperti itu? Cepat, cerita semuanya pada Kakak," desak Ares.
"Kak?"
"Apa sayang? Ayo cerita?"
"Kakak pulang ya? Bahaya."
"Kamu dari tadi bahaya-bahaya terus! Siapa yang menjadi ancaman kamu huh? Bilang sama Kakak?"
"Dia ... Derel dan Ayahnya jahat Kak," ungkap Sey.
Ares tersenyum tipis. "Okay ... mereka jahat. Kamu belum mengenalnya sayang. Kalau kamu masih belum bisa menerima mereka. Tinggallah bersama Papa atau Kakak."
"Tapi Derel benar-benar jahat Kak! Dia gila! Dia jahat! Sey benci Derel hiks ... Kak—"
Tok. Tok. Tok
Suara ketukan pintu berhasil memotong ucapan Sey. Jantung Sey berdegup dengan sangat cepat. Ia takut kalau orang yang mengetuk pintu adalah Derel. Sey memeluk tangan Ares kuat, seolah mengatakan 'jangan buka'.
Ares melepaskan tangan Sey. Dia bangkit dan membuka pintunya. Ares mengerutkan dahinya, menatap orang di hadapannya ini. Orang itu adalah Derel, tanpa izin lagi Derel sudah masuk ke dalam rumah Sey.
Derel memeluk Sey erat sedangkan Sey hanya bisa diam ketakutan. Seluruh tubuhnya bergetar, aroma parfum yang sangat memabukkan terhirup penuh di hidungnya. Saking memabukkannya, dirinya pun mual terlalu lama menghirupnya.
"Jangan macam-macam," bisik Derel tegas berbisik tepat di telinga Sey. Derel melepaskan pelukan Sey.
"Derel? Bagaimana kau bisa tahu tentang keberadaan Sey? Apa jangan-jangan selama ini kau tahu tentang keberadaan Sey?" tanya Ares curiga pada Derel. Sey menggeleng keras, langsung saja Derel menatapnya dengan tatapan mengancam.
"Ada apa Sey? Kau ingin berbicara?"
Sey ketakutan karena Derel menatapnya tajam. "Hm ... tidak Kak. Kak Derel tidak pernah menemui Sey," bohongnya.
"Tolong Kak Ares! Tolong jangan percaya sama Sey! Tolong! Tolong!" batin Sey berteriak.
"Iya Res. Apa yang dikatakan oleh adikmu benar. Jika aku tahu tentang keberadaan Sey mana mungkin aku menyembunyikannya dari kalian," sahut Derel dengan wajah sok benarnya. Dia sangat cerdik dan pintar sekali dalam hal berbohong. Hingga Ares yang tidak gampang dibohongi pun, terbohongi sekarang.
"Lalu bagaimana kau bisa tahu kalau Sey ada di sini?"
"Saya mendengar kau sedang berteleponan dengan Sey. Saat kau pergi, saya mengikuti kau dari kejauhan," jawab Derel tenang.
Deg
Jadi? Derel tahu kalau dirinya menelepon Ares? Ia menutup matanya pelan. Jika sudah masuk ke dalam kobakan lumpur, sudah kotor, bukankah lebih baik masuk lebih dalam lagi? Toh sama-sama kotor.