Sey membuka kelopak matanya, berakting pura-pura pingsan membuatnya mengantuk. Ares menoleh, dia mengambil sebotol air mineral di sampingnya dan memberikannya pada adiknya. Masih sama Ares sangat baik, sepertinya dia sangat khawatir akan kondisi Sey. Sey mengambil air mineral tersebut dan langsung meminumnya. Sey tidak marah pada Ares, hanya saja dia terlalu sibuk sampai-sampai tidak tahu menahu tentang adiknya berkembang seperti apa.
"Bagaimana keadaanmu, Sey?" tanya Ares khawatir.
"Sey baik-baik saja," jawab Sey agak canggung.
"Sey ... kau masih marah pada Kakak? I'm sorry ... karena Kakak terlalu sibuk dengan urusan Kakak," ujar Ares sambil melirik Sey.
"Tidak papa ... lagi pula ini juga salah Sey. Seharusnya Sey juga menyibukkan diri seperti Kakak, les ini les itu, ikut organisasi di dalam sekolah atau, mengambil kerja part time—"
"No Sey! Itu bukan tipemu. Kalau ikut les atau organisasi mungkin masih wajar tapi kerja part time—no! Kakak tidak akan membiarkan hal ini terjadi," potong Ares.
Sey mengembuskan nafasnya kasar. Membenamkan wajahnya di balik lipatan tangan dengan siku sebagai tumpuan di jendela. Ares tersenyum, menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kita ke rumah Ayah, apartemen Kakak, atau rumah Mama?" tanya Ares lagi, "kakak sarankan jangan ke apartemen Kakak. Karena Kakak tidak setiap waktu di sana."
"Rumah Papa."
"Kau marah sama Papa?"
"Tidak, tapi ... Sey membenci diri Sey sendiri," jawab Sey masih dalam posisi wajah tertutup.
"Jangan Sey! Kau tidak boleh membenci dirimu sendiri. Kakak takut, mentalmu akan rusak."
"Kenyataannya Sey sudah hancur. Padahal ... Sey sudah tenang tinggal di sana tapi Derel malah mengacaukan semuanya," ucap Sey semakin lama suaranya semakin mengecil.
"Derel? Apa yang dilakukan Derel? Katakanlah."
"Beberapa minggu yang lalu Derel datang ke rumah Sey----"
BRAK! BRAK! BRAK!
Tiba saja ada seorang dua pengendara motor mengetuk-ngetuk jendela kanan dan kirinya. Ares berdecak, Sey beberapa kali mengalami seperti ini dan lagi-lagi ia sedang bersama Ares. Tapi entah kenapa ia merasa kalau mereka--dua pengendara motor ini orang suruhan Derel?
"Kak! Jangan berhenti Kak!" teriak Sey.
"Dia hanya menginginkan uang Sey ... lebih baik kita berikan dari pada celaka. Kakak gak mau kamu sampai celaka," kata Ares memberhentikan mobilnya di pinggir jalan.
"Tapi Kak! Tolong dengarkan Sey untuk kali ini aja ... ayo pergi! Bahaya Kak ... ini perbuatan Derel!"
Ares mengernyitkan dahinya. Bukan ia tidak percaya pada Sey, tapi dia memang membenci Derel dan ayahnya. Tidak salah kalau adiknya selalu berpikiran buruk tentang Derel. Saat adiknya mengenal Derel, ia yakin kalau adiknya akan akrab dengan Derel.
"Kita turun ... dan selesaikan semua—“