Matahari hampir saja tenggelam tapi Sey tidak menepati janjinya untuk bertemu dengan si monster. Ares sudah pulang ke rumah Ibu kandungnya dengan keadaan selamat, lantas untuk apa menemui dia? Mencari mati?
Sey memejamkan matanya, ia lupa kalau kakaknya tinggal bersama monster. Dia bisa meracuni kakaknya kapan saja. Apalagi kakaknya sangat bisa dibodohi. Dia pencuriga pada orang tapi tidak pada keluarga dia sendiri. Sudah berulang kali ia mengatakan kalau Derel bahaya. Dia malah tidak mempercayainya, tolonglah sebenarnya otak dia di simpan di mana. Penjahat sedekat dan semenyeramkan ini, dia tak tampak?
Ting
Sebuah pesan kembali muncul. Sey yakin kalau itu Derel lagi. Sungguh memuakan, pesan itu pasti berisi sebuah ancaman.
08xxxxxxx
Sey kau membiarkan Kakak menunggumu sangat lama. Kemarilah sebelum kesabaran saya benar-benar hilang.
Ting
08xxxxxxx
Ares ada di rumah mama kan?
To : 08xxxxxx
Tunggu. Sey ketiduran!
Terpaksa Sey berbohong. Hal ini ia lakukan untuk menghindari kemarahan Derel. Kemarahan Derel sangatlah menakutkan. Dia sering melukai fisiknya. Dia temperamen, gila, psikopat, obsesi, dan masih banyak keburukan lainnya.
***
Sesampainya di tempat yang diminta oleh Derel. Sey melihat mobil Derel terparkir di pinggir jalan. Dengan ragu, ia mengetuk kaca mobil. Setelah mendapatkan intrupsi dari Derel, barulah ia masuk ke dalam mobil.
"Kak, kita cari Cafe ... Sey mau sekalian makan," pinta Sey yang sebenarnya, ia ingin mencari perlindungan dari orang-orang.
Derel tersenyum miring, menatap sang adik dengan tatapan tak terbaca. Sey menelan saliva kasarnya. "Setelah kita bicara .... Sayang."
"Tapi—tapi Sey sudah lapar Kak," sela Sey memohon.
"Kamu hanya membual. Kau tak pandai berbohong Sey ... kau pikir? Kakak percaya saat kau memberikan alasan 'ketiduran'?"
Sey diam, ini adalah hari kesialannya. Setelah ini Derel akan menghukumnya, dan itu lumayan menyakitkan dan menakutkan. Derel mengetuk-ketukan jarinya di alat kemudi. Satu ketukan Derel bersamaan dengan suara detakan jantungnya.
"Kau tidak bisa mengabaikanku Sey. Dulu saja kau sangat menurutiku, tapi kenapa sekarang kau seperti ini? Suka berbohong, ingkar janji, berkhianat," kata Derel dingin, menekankan kata 'berkhianat'.
"Kak, aku lapar," rengek Sey. Air matanya bercucuran.
"Kakak tahu kamu sedang berbohong Sey. Kakak tahu kamu hanya ingin mencari perlindungan."
"Ini jujur Kak."
"Tenang saja hari ini Kakak sedang malas bermain tangan. Bersujudlah, karena hari ini saya sedang baik padamu. Setelah apa yang kau lakukan, seharusnya saya menghukummu ... tapi, mungkin lain kali," jelas Derel membuat Sey mengembuskan nafasnya lega.
"Kakak ke sini hanya ingin berbicara padamu. Tidak! Bukan! Hari ini saya ingin menekanmu kembali ... semoga ancaman kali ini, kau tidak bisa berkutik."
Sey diam, menelan saliva kasarnya dengan susah payah. Nafasnya tercekat, seakan ada sesuatu yang menghalanginya bernafas. Sebelah tangannya sudah bergetar. Sebaik mungkin ia menyembunyikan tangannya agar tak terlihat oleh Derel.
"Ternyata adikku sedang ketakutan ya? Setelah kau dengan gampangnya bilang pada Ares. Tapi ... untunglah Ares tidak mempercayaim—"
"Aku mau pulang!" potongnya membuka pintu mobil. Sey berdecak, pintunya sudah dikunci. Derel tertawa terbahak, tawanya seperti paku yang menancap gendang telinganya. Ia berdoa, semoga hari ini ia selamat dan semuanya selesai.
"Ares sangat bodoh ya? Dia tidak mempercayai adik kandungnya sendiri. Haha ... memang saya sangat berbakat dalam hal berlakon."