Seorang gadis tengah termenung di balkon. Sudah dua hari ini dia tidak keluar dari kamarnya. Gadis itu merasa kalau semua ini hanya mimpi, dicintai oleh 2 orang saudara tiri rasanya tidak masuk akal. Gadis itu adalah Seylandra, membentangkan kedua tangannya lebar merasakan angin malam yang berembus kencang. Dingin, itulah hal yang dirasakan pertama kali angin menyentuh kulitnya.
Ia mencintai dan menyayangi Vega. Ia sungguh tidak tahu kalau Vega adalah Kakak tirinya. Kalau ia tahu sejak awal mungkin ia akan menjauhinya. Karena tidak mencintai saudara sendiri adalah prinsipnya. Entah ia harus bertahan atau menyerah. Di sebelah sisi ada Devi dan di sisi lain ada keluarganya. Mereka pasti akan menentang keras hubungan ini.
"Sey!" panggil seseorang di bawah sana.
Sey menatap orang itu datar. Dia berdiri di bawah sambil menatap ke arahnya. Ia mengalihkan pandangannya. Rasa trauma ini diakibatkan oleh pria itu. Ya, Derel Falanio, dia sedang berdiri di sana.
"Sey. Kakak ke sana menggunakan tangga ini ... Kakak ingin berbicara untuk terakhir kalinya, please," kata Derel memohon sementara Sey hanya diam tidak merespons apa-apa. Tidak menunggu persetujuan, Derel naik menggunakan tangga. Tapi tunggu, sejak kapan ada tangga di sini?
Padahal bisa saja Sey mendorong tangga ini dan membuat Derek jatuh tapi kenapa batinnya merasa kalau Derel sudah berubah. Kepalanya menggeleng pelan, orang semacam Derel tidak akan pernah berubah sampai kapan pun. Sey tetap diam, ia seperti menunggu ajal mautnya tiba dalam hitungan detik. Derel sampai, dengan sangat lincah dia loncat ke lantai balkon.
"Sey Kakak akan pergi sekarang juga---sorry, Kakak sungguh menyesal Sey. Ini hari terakhir kita bertemu Sey ... Kakak ingin kau sedikit mengucapkan kata-kata perpisahan," ujar Derel menyesal, menggenggam kedua tangan dingin Sey erat.
Sey diam. Dari kata-katanya dan juga wajahnya, ia dapat melihat ada sebuah ketulusan dan kejujuran dalam diri Derel. Entah ini sebuah tipuan atau apa, karena tidak mungkin dia sadar dalam waktu dekat.
"Kamu mungkin benci sama Kakak. Ya Kakak akui kalau kamu sangat risi dan tertekan jika berada di dekat Kakak. Untuk itu, Kakak akan pergi dari hidupmu."
Jujur Sey menyayangi Derel tapi menyayangi dia sebagai saudara bukan sepasang kekasih. Bukankah seharusnya ini yang ia mau? Dia pergi darinya untuk selama-lamanya? Lalu kenapa hati ini seperti kehilangan?
Derel mendekat, mengecup dahi Sey lama. Sey refleks menutup matanya. "Sekali lagi maaf, Kakak menciummu tanpa izin. Ini kecupan terakhir dari Kakak untuk kamu. Kakak pergi Sey...."
"Oh iya. Kamu tenang aja, Kakak akan berusaha untuk membuka hati Kakak untuk orang lain. Dengan itu Kakak akan bisa melupakanmu. Bye Seylandra."
Derel tersenyum tipis, kemudian turun dari balkon dengan sangat tergesa-gesa. Takut ketahuan oleh orang lain yang masih terjaga terutama satpam yang harus ia berikan sogokan untuk masuk ke dalam sini.
Sey masih diam menatap kepergian Derel. Dia menoleh, tersenyum kemudian melambaikan tangannya lalu pergi melangkahkan kakinya menuju gerbang rumah.
"Kak!" panggil Sey membuat langkah Derel terhenti. Derel membalikkan badannya kembali, dia tersenyum senang karena Sey memanggilkan.
"Sebentar!" Sey masuk ke dalam kamar mengambil buku dan pulpen setelah itu kembali lagi ke balkon. Ia menuliskan sesuatu, tidak panjang hanya pesan singkat. Setelah ia menulis, ia merobek dan meremas kertas itu hingga berbentuk bola kemudian melemparkannya ke arah Derel.
Derel mengambil kertasnya. Membaca tulisan Sey perlahan. Ia mendongkak, tersenyum ke arah Sey. Memasukkan kertas itu ke dalam kantung jeans-nya.
Isi suratnya adalah : "Kak, cukup dua bulan kk pergi. Setelah itu kembali lagi menjadi Kakak Sey yg sayang kepada adiknya bukan kekasihnya."
"Thanks," ucap Derel setelah itu pergi meninggalkan tempat ini sampai waktu yang ditentukan oleh Sey.
***