Aditi tidak tahu bagaimana dia bisa berakhir di ruangan putih itu lagi. Berbeda ketika dia baru meninggal karena kecelakaan sepulang kerja, kali ini tidak ada siapapun selain dirinya di ruangan tanpa batas itu. Hanya ada buku catatan yang dia simpan selama dia masih memperkenalkan dirinya sebagai Aimara kepada orang-orang. Saat kedamaian masih bisa dia dapatkan. Benda itu tergeletak di lantai sebatang kara.
Aditi mengambil buku itu dan membuka halamannya secara acak.
"Untuk siapapun yang membaca ini. Jangan menyerah di tengah jalan apapun yang terjadi. Kau ditakdirkan untuk menyelesaikan cerita ini bagaimanapun ending-nya."
Tulisan itu terpampang jelas dengan hiasan yang bagus.
***
Aditi menangis dalam tidurnya.
Albert yang sedang mengganti perban dedaunan di kaki kiri Aditi menatapnya khawatir. Sudah dua hari dia menunggu Aditi untuk terbangun, tapi yang terjadi justru kebalikannya. Namun, Albert tetap tersenyum dan menyeka air mata yang membasahi wajah Aditi. Dia bersyukur, paling tidak Aditi masih hidup.
Setelah memastikan Aditi terlihat baik-baik saja, Albert melangkah keluar dari gua tempatnya menyembunyikan diri. Dia ingin mengumpulkan kayu bakar di sekitar gua.
Selama 30 menit, kayu kering yang terkumpul sudah memenuhi kebutuhan. Albert mendongak melihat buah yang besar dan ranum menggantung di atas pohon. Dia melihat ke arah tangannya yang sudah penuh membawa kayu bakar dan ubi.
"Sebaiknya aku taruh ini dulu lalu kembali."
Albert putar balik ke arah gua untuk sekedar meletakkan kayu bakar dan ubinya.
Saat sampai di bibir gua, dia terbelalak melihat Aditi sedang menggosok matanya seperti orang habis bangun tidur.
Albert berlari cepat dan berlutut sambil menjatuhkan bawaannya.
"Kau sudah bangun? Bagaimana perasaanmu?"
Aditi yang masih terkejut dengan kedatangan Albert yang tiba-tiba berusaha menyusun kata-kata dengan tenang.
"Aku tidak percaya aku masih hidup."
Albert seketika bersimpuh dan menjatuhkan keningnya di samping kaki Aditi yang masih diperban.
"Aku tidak mengerti. Anggap saja aku orang paling bodoh di dunia. Kenapa kau berusaha mengakhiri hidupmu sendiri?"
Aditi menelan ludah kesusahan melihat kepala seorang ksatria yang akan menjadi raja dari negeri ini di masa depan sedang bersimpuh di kakinya.
"A-aku juga punya pertanyaan yang sama. Kenapa aku masih hidup setelah kejadian itu?"
Albert mengangkat kepalanya. "Kau sungguh mau mendengar ceritanya sekarang?"
Aditi mengangguk cepat.