Aditi melangkah keluar dari bar dan melanjutkan perjalanan untuk mencari gaun ritualnya. Para penduduk yang sejak tadi diusir keluar dari bar masih berdiri di luaran demi menyaksikan sosok "Aimara yang baru". Rasa penasaran mereka lebih besar daripada rasa was was mereka terhadap bahaya.
Mereka buru-buru mundur menjauh ketika melihat Aditi hendak melewati jalan yang mereka halangi.
"Apakah Putri sudah mencicipi makanan terenak mereka?" tanya Vancouver sembari berusaha menyejajari Aditi yang berjalan cepat.
Aditi melambatkan langkahnya agar kedua pengawalnya bisa berjalan menyejajarinya. Dia sedikit menoleh dan merendahkan suaranya.
Mereka bertiga telah keluar dari kerumunan penduduk.
"Kalian pernah makan makanan yang bentuknya panjang-panjang dan ada saos seperti darah di atasnya?"
Derek menjawab, "Saya pernah, Putri."
"Apa menurutmu itu enak?" Aditi menoleh ke arah Derek.
"Menurut saya itu enak. Bagaimana menurut Putri?" tanya Derek antusias.
Vancouver menepuk wajahnya. Padahal dia baru saja memberitahu Derek kalau Putri Aimara melempar makanan itu ke wajah pelayan yang mengantarnya tadi.
"Benarkah?" Aditi membuang wajahnya jijik. "Kalau begitu selera kita berbeda, Derek."
Derek tertawa malu-malu. "Begitu, ya, Putri."
Vancouver mengernyit keheranan melihat muka temannya yang malah tak menyadari kesalahannya, justru bersikap malu-malu setelah mendengar Putri Aimara memanggil namanya. Jika diingat-ingat, ini kedua kalinya nama Derek dipanggil oleh Putri Aimara. Pertama kali terjadi adalah ketika Putri Aimara memerintahkannya untuk menyeret Izy menjauh dari kamar sang Putri. Vancouver ingat sekali setelah itu Derek langsung menyikut lengannya sambil membangga-banggakan dirinya. Padahal nama Vancouver juga sama-sama dipanggil setelahnya.
Vancouver menggelengkan kepala penat.
"Sepertinya aku hanya bisa makan makanan yang dimasak juru masak istana." Aditi mengusap hidungnya ketika teringat bau makanan itu tadi. Dia berusaha tetap dalam karakter.
Seekor gagak berkoak dari atas atap bar. Burung itu terbang berputar-putar sebentar sebelum bergerak menuju arah yang sama dengan Aditi.
"S-selamat datang, Tuan Putri. Rasanya sudah sangat lama Tuan Putri tidak berkunjung ke butik kami," sambut seorang wanita dengan tangan menyatu di depan badan. Wajahnya terlihat tenang, tapi dia tak bisa menyembunyikan kegugupannya ketika suaranya keluar.
Vancouver berdiri di sisi dalam butik, sementara Derek berdiri di sisi luar.
Aditi mengingat memang sudah agak lama sejak Aimara melakukan kunjungan rutin ke wilayah penduduk. Semenjak Aditi memasuki raga Aimara, dirinya lebih sering mengurung diri di kamar atau kabur ke hutan.
Aditi memutuskan mengabaikan ramah tamah si Pemilik Butik dan fokus pada tujuannya. Itulah yang akan dilakukan "Aimara yang sekarang".
"Aku ingin sebuah gaun yang terbuat dari kain berwarna gelap. Tunjukkan katalog terbaik kalian."
Si Pemilik Butik memanggil pegawainya. Dua orang perempuan datang mendekat dengan membawa buku katalog yang berbeda.