Unauthorized Life

Ajeng Meira
Chapter #32

31

Aditi duduk di depan api unggun, berseberangan dengan Albert. Di tempat yang agak jauh, Gaon dan Havara berdiskusi sendiri dengan volume rendah.

Aditi menatap api yang menjilat-jilat sambil menarik napas panjang. Dia berusaha melapangkan dada sekuat tenaga. Entah bagaimana ceritanya tiba-tiba para tokoh di sekelilingnya ini bisa merencanakan sesuatu yang tak melibatkan dirinya. Padahal, Aditi yakin orang-orang ini menganggapnya Creator

Semuanya dimulai ketika Gaon dan Albert bertatapan sebentar dan mengangguk. Aditi yang waktu itu menyaksikannya masih tak mengerti apa yang mereka berdua rencanakan. Setelah tatapan telepati itu, Albert mendekati Aditi dan bertanya tentang kehidupan Putri Aimara setelah Yang Mulia membawanya paksa ke istana. Aditi yang waktu itu ditanyai tentang "apa yang terjadi?" "kenapa bisa begini?" "bagaimana bisa begitu?" terpanggil jiwa penulis novelnya. Aditi mulai menjelaskan panjang lebar tentang benang merah yang juga baru dia sadari ketika menceritakan pengalamannya pada orang lain. Aditi merasa dirinya sebagai Creator di dunia ini memang memiliki andil besar dalam merubah takdir Aimara setelah berbincang semangat dengan Albert. Albert juga menggebu-gebu memberikan pujian pada Aditi.

Di tengah-tengah cerita, Aditi melirik ke arah Gaon dan Havara yang berbincang berdua saja.

Albert kembali bertanya dengan penasaran. "Jadi, kau membiarkan Putri Aimara yang asli bertingkah menjadi tiran demi mengelabui Yang Mulia?"

Aditi menunjuk ke arah belakang, mengabaikan pertanyaan Albert. "Albert, apa yang mereka bicarakan?" 

Albert memiringkan kepala, melihat melewati bahu Aditi. "Entahlah. Jika mereka bicara berdua saja seperti itu, sepertinya bukan hal yang penting untuk kita, kan?"

"Kau yakin?" Aditi melirik lagi ke belakang.

Albert memanggil Aditi, "Aditi, bukankah Putri Aimara terkenal baik? Bagaimana respon pelayan istana melihat versi Putri Aimara setelah kau masuk ke raganya?"

Aditi kembali menghadap ke Albert dan menjelaskan situasinya dengan berapi-api. Ketika Aditi mulai menceritakan tentang Abel, Albert terlihat mengernyitkan dahinya. Ekspresinya antara serius atau marah, tidak bisa dibedakan. Saat Aditi bercerita bagaimana Abel ditemukan meninggal, Albert tertunduk turut sedih.

Kegiatan bertanya dan bercerita itu sudah berlangsung selama hampir dua jam. Aditi yang perlahan mulai menyadari bahwa dia ternyata sedang diakali perlahan mulai menutup mulutnya dan berhenti bercerita.

Mereka membicarakan sesuatu tentang rencana berikutnya. Aku yakin! Aditi menoleh ke belakang.

"Aditi, apa yang terjadi setelah Havara memberikan Kunci Ebbinghauss padamu?" tanya Albert penasaran.

Inilah yang terjadi tiap kali aku berusaha menguping Gaon dan Havara. Dasar ksatria jenius!  Aditi menyangga kepalanya dengan dua tangan di depan.

"Apa kau sakit?" resah Albert.

Aditi menggeleng. "Tidak. Aku hanya ngantuk."

"Baiklah. Tidur saja, Aditi. Mungkin ceritakan padaku lain kali." Albert tersenyum manis.

Hanya ada suara api yang melahap kayu bakar. Aditi memicingkan mata, berusaha menajamkan pendengaran, tapi dia tak bisa mendengar jelas apa yang Gaon dan Havara bicarakan. Dia melirik Albert yang ketularan mengantuk karena kata-katanya. 

Setelah merasa aman, Aditi menoleh ke tempat Gaon dan Havara berada.

Gaon menjelaskan sambil menunjuk telapak tangannya yang lain.

Havara menaikkan satu alis dan menggeleng mendengarkan perkataan Gaon.

Gaon menukikkan alisnya dan mengangkat kedua bahunya, bibirnya terbuka semakin lebar.

Havara melipat tangan untuk merespon Gaon yang bicara panjang lebar dengan wajah kurang tidurnya.

Aditi tidak bisa menangkap kalimat apapun dengan jelas, tapi dia tahu apa yang sedang terjadi diantara mereka. Perdebatan berat.

"Aditi, jangan khawatirkan apapun."

Lihat selengkapnya