"Kenapa seranganmu lemah sekali, Tuan Tiran? Apa sesuatu hilang dari dirimu?" Havara menyeringai, separuh wajahnya ditutupi cakar hitamnya.
Yang Mulia menggebrak meja kerjanya hingga retak dan runtuh mengingat kejadian itu. Suara gemuruh disusul rontokan kayu yang terbelah memenuhi ruangan kerjanya. Kepalanya dipenuhi pertanyaan dan keraguan yang membuat pandangannya kosong. Siapa yang ada di tubuh Aimara sampai iblis menolak meminjamkan kekuatannya? Kenapa selama ini aku tidak menyadarinya? Apa yang direncanakan 'Aimara yang itu'?
Mengingat kembali Havara yang menyadari bahwa iblis yang membantu dirinya telah musnah, maka Yang Mulia berani mengambil kesimpulan penting,
"Aimara bekerja sama dengan Havara untuk membunuhku."
Suara ketukan pintu terdengar. Yang Mulia mungkin tak bisa melihat lagi siapa yang sedang berada di balik pintu, tapi dia bisa mengenali cara ketukan itu dan langsung mengizinkannya masuk.
Vancouver memasuki ruangan dan memberi hormat di depan meja kerja Yang Mulia yang setengah hancur. Matanya memperhatikan kerusakan besar itu, tapi memutuskan untuk tak menyinggungnya.
"Yang Mulia, saya telah mengintai wilayah Barat Laut."
"Apa yang kau temukan?" Yang Mulia menantikan jawaban Vancouver sembari menyipitkan pandangan.
Vancouver mengeraskan rahangnya dan berkata, "Havara terlihat memasuki wilayah Barat Laut."
Yang Mulia memejamkan matanya pasrah. "Tentu saja! Itulah alasan kenapa wilayah Barat Laut yang pendiam itu tiba-tiba menyatakan perang!" Yang Mulia menggebrak sisi mejanya yang lain dan berdiri dari kursinya. "Aimara, Havara, sekarang ditambah pasukan Barat Laut...."
Yang Mulia tertawa hingga suaranya menggema dalam ruangannya. Tangannya menarik separuh rambut depannya ke belakang. Setelah tertawa terbahak-bahak, suaranya berhenti dalam sekejap. Perubahan suasana yang mendadak membuat ruangan dipenuhi hawa mencekam yang aneh.
Yang Mulia tersenyum ganjil. "Menurutmu aku bisa menang, Van?"
Vancouver tersenyum dengan cara yang sama yang ditunjukkan tuannya. "Yang Mulia adalah orang yang sanggup membantai wilayah penyihir bahkan sebelum melakukan perjanjian dengan iblis. Dalam kalkulasi saya, Yang Mulia bisa menang."
Yang Mulia tersenyum lebar menunjukkan taringnya. Namun, secercah firasat buruk menghampirinya. Wajah yang tadinya tersenyum percaya diri sedikit mengerutkan kening ketika mengingat satu sosok. Yang Mulia tak pernah bertarung melawannya. Yang Mulia juga tak pernah bicara dengannya. Mereka hanya pernah bertatapan, dan dari tatapan itu saja sudah membuat Yang Mulia tidak menyukainya. Alasannya belum ada, tapi yang pasti adalah Yang Mulia membenci ksatria itu.
"Apa ada yang mengganggu pikiran Yang Mulia?" tanya Vancouver yang mengenali air muka tuannya yang berpikir keras.