Dua minggu berlalu. Aku mengecek handphone ku yang dari tadi tidak berhenti bergetar. Fara dan Alisha memenuhi WhatsApp ku dengan pesan spam menanyakan hasil kelulusan pendaftaran di universitas incaran kami. Jantungku seolah terhenti seketika memikirkan hasilnya.
Aku membuka emailku dan memejamkan mata beberapa saat berharap mendapatkan hasil yang aku inginkan. Dan benar saja, bagaikan memenangkan jackpot di siang hari, aku membaca sebuah kata yang membuatku speechless. LULUS. Aku lulus dengan pilihan jurusan kedua dan berhasil mendapatkan beasiswa di universitas idamanku. Thank God.
Dengan senang hati, aku mengabarkan kedua temanku. Namun, ekpektasiku diruntuhkan seketika saat membaca hasil kelulusan temanku yang berbanding terbalik dengan yang aku dapatkan. What the hell? Kenapa cuma aku? Gimana aku bisa survive di kota sebesar itu seorang diri? Pikirku dalam hati. Mereka hanya akan diizinkan keluar kota jika mendapatkan beasiswa. Tapi jika tidak, mereka akan tetap melanjutkan pendidikan di kota kecil ini. Strict parents stuff.
Sedih sekali, tapi bagaimanapun Tuhan telah menetapkan jalan ini untukku. Aku harus bersyukur bisa melanjutkan pendidikanku tanpa dihantui rasa takut membebani kedua orangtua.
Aku keluar kamar mencari oma untuk memberitahu semuanya.
“Oma, aku dapat beasiswanya!!!” sumringah sambil memeluk oma.
“Selamat, Han. Oma bangga sama kamu.” Oma memelukku, menangis terharu.
Aku tak sabar mengabari ibuku dengan berita gembira ini. Ibu pasti senang. Tapi bagaimana dengan ayah? Pertanyaan itu kembali muncul dipikiranku. Sambil menghela nafas, aku berusaha berpikir positif. Ah, aku yakin ayah akan senang mendengarnya. Wait, really? Tanyaku lagi. Belakangan suasana dirumah semakin panas. Sejak kecil, aku sudah sering sekali mendengar kedua orangtuaku bertengkar. Entah itu masalah besar seperti keuangan, ataupun masalah sepele lainnya yang membuat mereka tak saling bicara selama beberapa waktu. Aku tidak pernah tahu secara persis permasalahan mereka, dan hingga saat ini aku masih belum menemukan jawaban mengapa kedua orangtuaku tampak seperti dua orang asing yang tinggal seatap? Apa sebenarnya masalah yang mereka hadapi?
***
Setelah makan malam, aku menyiapkan diri untuk membicarakan semuanya pada kedua orangtuaku. Aku menarik nafas dalam-dalam dan mulai berbicara pada ibu didapur.
“Bu, aku mau ngomong bentar.”
“Kenapa, Han?”