Gelap banget, bisikku dalam hati. Mataku menerawang jauh pada langit malam yang tak berbintang. Kota baru saja diguyur hujan deras dari siang hingga sore, tapi di sini aku justru duduk-duduk di bangku alun-alun.
“El gak pernah cerita ke kamu soal aku?” Aku tidak menoleh mendengar pertanyaan itu, juga tidak menjawab apapun.
Karena jawabanku bukanlah jawaban yang ingin dia dengar dan … nuraniku menolak untuk berbohong kepadanya, temanku.
Kurasa dia tahu aku tidak akan menjawabnya. Jadi dia kembali menunduk dengan bahu yang tampak tak lagi kokoh. Entah otak random-ku bekerja tanpa melihat situasi, aku justru sedang sangat ingin bernyanyi.
“Sayang, opo kowe krungu jerite atiku, mengharapkan kau kembali.” Seperti wajahku, suaraku tidak jelek-jelek banget kok, tapi tidak bagus juga. Cukup hanya tidak fals saja. “Sayang, nganti memutih rambutku, ra bakal luntur tresnoku.”