Yuvino Sebatisan si anak kuliahan semester enam yang seminggu lalu sibuk dengan magangnya di salah satu rumah sakit swasta di ibu kota. Sore ini, pekerjaannya sebagai anak magang di rumah sakit telah selesai, itu tandanya Vino bisa mengistirahatkan diri di kosan untuk memulihkan tenaganya yang cukup terkuras akibat sibuk bekerja di rumah sakit.
Padahalkan dia cuma mahasiswa yang sedang magang. Tapi kenapa, tugas-tugasnya tidak jauh berbeda dari karyawan di sini? Tapi tidak apa, Vino mencoba untuk berpikir positif, setidaknya Vino tahu bagaimana lelahnya bekerja untuk mencari berlembar-lembar kertas yang disebut uang.
"Yuvin, tunggu!"
Vino yang berjalan di lobi rumah sakit menuju tempat parkir terpaksa menghentikan langkah kakinya. Segera, laki-laki tinggi itu menoleh ke belakang.
Di belakangnya ada seorang perempuan cantik berambut panjang yang sedang berjalan setengah berlari menghampiri Vino. Namanya Sarah Angelica, teman magangnya sekaligus teman satu fakultasnya.
Vino tidak mengatakan secara langsung melalui bibirnya, soal Sarah yang memanggil namanya dan menyuruhnya untuk menunggu. Justru laki-laki itu mengatakannya melalui sorot mata serta raut wajahnya.
"Lo mau pulang, kan?"
Sarah bertanya saat perempuan itu telah berdiri di hadapan Vino tentu saja membuat Vino mengangguk singkat.
"Gue nebeng, ya?"
"Hari ini lo nggak bawa mobil?"
Bibir perempuan itu mengerucut, kemudian kepalanya bergerak, menggeleng secara singkat. "Enggak, lagi dipake sama kakak."
Mendengar alasan Sarah yang mengatakan jika kendaraan beroda empat miliknya dipakai oleh sang kakak, Vino manggut-manggut lalu berkata, "Ayo. Kita ke parkiran."
Selesai bicara, keduanya berjalan berdampingan menyusuri lobi rumah sakit menuju tempat parkir untuk menghampiri motor matic berwarna merah milik Vino yang telah menunggu di sana.
Bukan hanya untuk hari ini saja, Yuvino Sebastian sering mengantar Sarah Angelica ke rumahnya, di setiap perempuan itu tidak membawa kendaraan pribadinya ke kampus.
Saat keduanya telah menginjakkan kaki di area parkir, Vino yang terlebih dahulu menaiki motornya, memakai helm, dan memberikan helm cadangan tersimpan di bagasi motor untuk Sarah.
Namun saat Vino masih memegang helmnya, Sarah bergeming dan hal tersebut membuat Vino mengerutkan keningnya. Sarah yang mengerti akan raut wajah yang Vino tampilkan, membuat perempuan cantik itu berdeham.
"Kedua tangan gue lagi pegang barang bawaan. Bisa tolong pakein helm itu di kepala gue?"
Vino mengerjap, pandangannya sempat teralih sejenak menatap barang bawaan yang entah isinya apa namun tersimpan di kedua tas jinjing yang Sarah pegang di masing-masing tangannya, dan seketika Vino merutuk. Merutuk dalam hati atas kebodohan serta ketidak pekaannya.
"Oh, sorry. Gue nggak nyadar kalau lo lagi pegang bawaan." Vino tertawa, tawa yang terkesan hambar.
Sarah tersenyum simpul kemudian disusul oleh tiga kata sebagai tanggapannya. "Nggak, apa-apa."
Dan Vino tanpa ragu langsung memakaikan helm yang dirinya pegang pada kepala Sarah, untuk melindungi kepalanya dari benturan yang sewaktu-waktu terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan.
"Thanks." Sarah berucap kala helm sudah terpasang sampai terdengar suara pengait helm yang saling menyatu.
Helm sudah terpasang, mesin motor sudah dinyalakan, itu tandanya Sarah harus menaiki motor Yuvin dan duduk diboncengannya.
Motor matic berwarna merah yang dikendarai Vino, berjalan di permukaan aspal yang basah karena jejak dari sang hujan. Sempat saat diperjalanan menuju rumah Sarah, keduanya sempat mengobrol. Menghilangkan kesunyian serta kekesalan yang terjadi karena jalan raya yang disesaki oleh berbagai macam kendaraan.