Under Eighteen

Riri
Chapter #7

Chapter 6. Happyness & Sadness

Tenggorokannya terasa sakit, kerena batuknya semakin parah.

Will berjalan ke arah Jean, dengan membawa segelas air.

Melihat Will membawa segelas air. Jean langsung mengambil air minum tersebut dengan terburu-buru untuk meyelamatkan hidupnya, sentuhan ringan tangan mereka membuat jean merinding, merasakan tangan will yang keras.

"Pelan-pelan, sayang" ujar Emely menatap jean dengan kahwatir.

Lucy dan john juga mengatakan sesuatu dengan tampang kahwatirnya. tapi Jean tidak bisa mendengar apa-apa lagi, dunianya terpusat pada will yang mengambil tempat duduk disampingnya.

'Ini tidak bisa lebih buruk lagi?'

Semua orang makan dalam diam, hanya suara sendok dan garpu yang sedang beradu yang terdengar, semua orang kecuali, Jean.

Yang pikirannya dipenuhi will, semua makanan yang membuat air liurnya menetes kini sudah tampak tidak menarik lagi. Saat Will mengambil alih indranya.

Setelah makan malam berakhir, Jean pamit undur diri.

Emely memeluknya dan mengatakan untuk main lagi kapan-kapan. Begitupun John, Drew. Anak itu terlihat malu-malu saat Jean memberinya kecupan selamat tinggal dipipi.

Dan Will. Jean tidak tahu harus berbuat apa, tingkahnya menjadi seperti Drew sekarang. Akhirnya dia memutuskan untuk memberikan senyuman termanis yang ia miliki ke Will.

Semua orang berdiri melambai dipintu dan mengucapkan selamat tinggal saat Lucy handak mengantarnya pulang.

Alih-alih mengatakan selamat tinggal Will malah mengatakan yang sebaliknya.

"Sampai bertemu lagi, Jelina" ucapnya dengan nada yang dingin. mata birunya menatap tepat kedalam mata jean.

Yang membuat Jean merasa terintimidasi. Tapi disatu sisi dia suka cara Will menyebut namanya, dia tidak pernah merasa suka saat orang asing menyebut namanya. Tapi Will, dia adalah pengecualian karena pada saat pertemuan pertama mereka. Will telah mencuri hatinya.

Tidak ada keyakinan dalam ucapannya, will hanya memberikan ekspresi dingin. Seolah ingin menyembunyikan sesuatu.

Jean melangkah menaiki undakan diteras depan rumahnya, dan melihat mobil Jamie terparkir digarasi. Tidak heran karena Will juga sudah pulang. Apapun kegiatan mereka pasti tidak berjalan sesuai dengan rencana.

Dibukanya pintu depan. rumah yang sunyi dan mencengkam langsung menyambutnya.

"Selamat datang di kesunyian dan kebosanan" kata jean kepada dirinya sendiri.

Setelah pulang dari rumah Lucy yang terlihat lebih hidup. Rasanya dia tidak bisa menyebut tempat tinggalnya sekarang dengan rumah lagi.

"Jem..Jamie!?" Panggilnya.

'Kemana dia?' Batinnya.

Dia berjalan menuju kamar Jamie dan dibukanya pintu tersebut.

"Jam-" suaranya tertahan saat melihat Jamie yang duduk diatas kasur menghadap kearahnya. dengan seorang perempuan berambut merah sedang berciuman. Tangan jamie terlihat sedang menggerayangi tubuh gadis itu dibalik kaosnya.

Mata Jamie membulat bertemu dengan tatapan marah Jean. Jamie melepaskan ciumannya dan hendak mengatakan sesuatu kepada Jean. Tapi Jean buru-buru membanting pintu kamar Jamie dan berlari menaiki tangga ke kamarnya.

Lihat selengkapnya