Aku terbangun, tak ingat sudah berapa lama aku pingsan. Yang aku bisa hanya menerka.
"Semenit... kah. mungkin sejam, atau seharian?"
Aku terbangun oleh dengungan lembut serangga dan gemerisik halus dedaunan di padang bunga yang tersembunyi di tengah hutan lebat.
Kejadian tadi terasa seperti tidak nyata. Rumah kami terbakar, aku lari ke hutan sendirian, dan sebagainya.
...
Setelah mengingat dan bergumam sendiri. Aku baru menyadari jika saat ini diriku terbaring di tenda sederhana dan kecil. Tenda kecil berupa tumpukan beberapa kayu sebagai atap dan anyaman rumput sebagai alas.
Kemudian aku terduduk diam sebelum merangkak keluar perlahan keluar.
Mataku tertegun kosong bilamana sekarang diriku berada di salah satu pinggiran padang bunga, di bawah pohon rindang. Tertegun dan bertanya siapa yang menolong diriku saat pingsan.
Setelahnya aku melihat sekitar, termasuk padang bunga kecil di tengah hutan.
Pada suatu arah, aku melihat siluet beruang yang membuatku ketakutan setengah mati.
Badanku membatu, tak dapat bergerak, tak dapat menoleh bahkan tak dapat melangkah. Bagaikan kaki sudah dipasangi paku menyatu dengan tanah.
Monster beruang yang agak berbeda denganku mulai bergerak ke arahku. Semakin lama semakin dekat, siluet itu semakin besar seperti ingin menerkamku.
Tanpa sadar aku mengalihkan pandanganku dan secara spontan tanganku seperti memblokir semua serangan bila ia menyerangku.
Aku tak sanggup menoleh, tak sanggup pula untuk bergerak, hingga ada tangan manusia yang menyentuh tanganku.
"Ha—hai."
Terkejut diriku sejadi-jadinya ketika mendengar suara perempuan muda yang menurutku dia berumur 40 tahunan, yang mana lebih muda daripada ibu dan ayahku. Dia menyentuh serta memegang tanganku untuk beberapa saat sebelum ia melepaskannya.
Aku tak langsung percaya dan masih tidak menyingkirkan tanganku untuk melindungiku.
Aku percaya ini semua hanyalah halusinasi.
"Iya, iya, aku sudah mati dan di akhirat. Benar, itu suara bidadari atau malaikat seperti di cerita-cerita yang kudengar dari ibu."
Setelah diriku tidak bergeming, walaupun perempuan itu menyapa dan memegang tanganku.
"Oh, sudah nak. Tidak ada monster atau warga yang akan menyerangmu."
Aku yang masih tidak mudah ditipu daya oleh semua ini bicara perlahan dengan suara yang tidak jelas serta lirih karena tenggorokan dan lidah sudah seperti gurun pasir.
"Bohong! Berhenti meniru monster beruang!"
Aku tak beranjak menggerakkan tangan, mempertahankan posisi bertahan.
Aku mendengar dia menghela nafas. Selain itu, aku mendengar langkah kaki yang menjauh dari tempatku berada.
...