Keesokan harinya aku bangun, aku sempat menengok keluar melalui mulut tenda yang terbuka lebar dikarenakan tidak terdapat penyangga rongga masuk atau penutup.
Aku penasaran apakah matahari sudah terbit, tapi rupanya belum ada secercah cahaya menyinari padang bunga ini melalui jalur sempit antar pohon ataupun dedaunan.
Walau demikian, aku merasa bahwa aku tertidur cukup lelap tadi malam serta mendapatkan istirahat yang cukup.
Jika aku terusik karena serangga, mungkin saja di tengah malam aku sudah terbangun karenanya.
Dan bilamana aku tak dapat tertidur nyenyak, maka aku akan bermimpi buruk kembali tentang kejadian teror hari dimana semua orang menjadi monster dan juga kami diburu oleh orang-orang.
Mungkin bukan hanya itu, aku juga akan bermimpi melihat orang-orang yang memburu monster menusuk organ dalam atau anggota tubuh yang mana ada usus manusia, kerongkongan manusia, trakea, mata lebah, kaku berbulu seperti laba-laba dan sebagainya.
Sedangkan sebagian lain dijadikan obor, dimana mereka meletakkan di garpu rumput, lebih tepatnya ditusuk, lalu sepertinya diberikan minyak hingga api bisa menyala sangat besar.
Aku benar-benar tidak ingin mengingat kembali dan balik kepada kesadaranku semula.
Di depan sana, selain melihat bunga-bunga yang mencoba tersenyum bagaikan mereka mencoba untuk mengobati trauma yang aku alami dan memperlihatkan duniaku sendiri yang belum sepenuhnya runtuh, di antara tenda ini dan api unggun yang sudah padam, aku melihat ada bibi May yang masih tertidur pulas di atas potongan kayu besar yang mana aku yakin itu kurang nyaman sebagai alas untuk tidur.
Aku pun membentangkan tubuhku kembali dan menyangga tubuhku menggunakan anyaman rumput bercampur tanah yang menimbulkan efek hangat.
Sambil aku berbaring di dalam tenda, aku mencoba mengumpulkan nyawaku hingga aku dapat sadar bila diriku masih hidup hingga hari ini.
...
Aku menikmati waktu-waktu damaiku setelah berhari-hari berjalan di hutan.
Di beberapa kesempatan, aku terkadang berpapasan dengan warga yang mengejar monster hingga ke dalam hutan.
Kerap kali aku dikejar mereka. Tak jarang juga mereka melemparkan senjata tajam ke arahku.
Namun beruntungnya diriku tak ada satupun dari mereka memiliki senjata jarak jauh seperti mortar atau senjata jarak jauh seperti kebanyakan cerita fiksi yang kubaca bersama ibu dan kakak, dan juga sering monster menyerang mereka.
Sekarang aku menyadari beberapa keganjilan kecil saat-saat berada di hutan, seperti kawanan rusa yang terkadang menghampiriku dan mengendusku, lalu ada beberapa kecil monster tidak menyerang.
Akan tetapi, aku tidak menjumpai salah satu dari mereka tampak seperti aku dan bibi May.
Kebanyakan dari mereka memang bisa berbicara dan sebelumnya aku salah mengira jika bibi May salah satu dari mereka.
Keganjilan lain yakni mereka sepenuhnya buruk rupa, maksudku monster yang kutemui, berbeda sekali dengan aku dan bibi May juga.
Sedikit kengerian fisik mereka yang kuingat sedikit, salah satunya monster yang masuk ke dalam keluarga kucing, mungkin ya.
Tapi dia kurus kering dan sebagian besar tertutup dengan bulu hitam, matanya juga hijau menyala, salah satu kakinya hilang, rahang bawah yang tidak simetris dengan rahang atas, pokoknya sangat mengerikan.
Dia juga berbicara dengan campuran bahasa manusia dan sesekali melolong dengan suara melengking serta tawanya... intinya itu mimpi buruk bagi anak kecil sepertiku.
Waktu itu aku takut dijebak olehnya karena setelah aku mengikutinya, sesampainya di tempatnya, aku melihat beberapa usus, hati, dan juga empedu manusia bergelantungan di dalam.
Tentu saja aku langsung berlari sekuat tenaga saat itu juga karena takut menjadi korban berikutnya.